Kediri, Era digital dimana masyarakat kian dituntut inovatif dan kreatif, maka akan kalah bersaing dengan lainnya. Hal ini menjadikan salah satu alasan, warga di Desa Kawedusan Kecamatan Plosoklaten Kabupaten Kediri mewujudkan desa wisata unik yaitu ‘Peken Godong’.
Jika pasar hewan menjual berbagai jenis hewan, pun demikian dengan pasar buah, maka Peken Godong berwujud pasar yang menggunakan media daun (godong, red) sebagai alat transaksi jual beli. Hal ini disampaikan Agusta Danang Provinta, anggota Pokdarwis selaku pengagas program desa wisata ini, kemarin. Dia mengungkapkan, awalnya masyarakat sempat bingung dengan maksud Peken Godong.
“Misal, dengan uang lima ribu maka kita tukar dengan daun berjumlah dua, jadi transaksi di sini tidak menyebutkan rupiah. Misalkan beli rujak, harganya satu atau dua godong. Waktu pertama buka, awalnya pengunjung banyak yang belum paham. Namun akhirnya bisa dengan cepat memahami atas aturan diterapkan,” terangnya.
Aturan di Peken Godong
Memang, aturan yang pasti bagi pengunjung berbelanja di Peken Godong, terlebih dulu harus menukarkan uangnya dengan godong pada stand yang telah disediakan panitia. Seperti halnya uang asli, godong ini juga bergambarkan para pahlawan nasional. Dengan proses seperti stempel, besi bergambarkan pahlawan telah dipanaskan kemudian ditempelkan.
Setelah waktu berkunjung selesai, maka giliran para pedagang menukarkan godong kepada panitia untuk digantikan uang. Menjadikan unik, ternyata ratusan godong-godong terkumpul ini, kemudian dimanfaatkan panitia untuk makanan kambing ternak.
Peken Godong dibuka awal Bulan Januari tahun ini, menyajikan beragam makanan khas Jawa, seperti tiwul, nasi ampok dan cenil serta sayur-mayur yang berasal dari hasil hasil pertanian warga. Agusta Danang berharap agar program ini tetap eksis dan mewujudkan Desa Kawedusan bisa menjadi desa wisata.
“Harapan kita, desa kawedusan benar-benar bisa menjadi desa wisata,” ungkapnya. “Tujuan kita mengajak warga desa membentuk kelompok sadar wisata. Nantinya mampu menampung dan mengelola seluruh potensi wisata di desa yang ditangani warga desa sendiri,” paparnya.
Buka setiap hari Minggu, merupakan wujud gotong royong warga dan mendapat dukungan penuh pihak pemerintah desa. Meski masih berdiri tujuh lapak tempat berjualan, namun telah terasa atas potensi yang ada dan saat ini dalam tahap penambahan hingga tiga puluh lapak. (and/nng)
