Keterangan foto rmol.co

JAKARTA | duta.co – Turbulensi politik (2019) akan terjadi. Keinginan pendukung Presiden Jokowi untuk menjadi calon tunggal, ditambah ‘ancaman’ Partai Demokrat terhadap Jokowi jika menggunakan politik ‘mengunci’ lawan dengan cara mengumumkan wakilnya di last minute, diyakini bakal melahirkan kemacetan politik.

Begitu juga ketika terjadi rivalitas yang sama dengan Pilpres tahun lalu, Jokowi vs Prabowo, maka, ratusan juta rakyat Indonesia membutuhkan poros baru, poros tengah.  Mengacu pada pengalaman tersebut, menurut ekonom senior Rizal Ramli, dibutuhkan satu tokoh di poros tengah yang mirip dengan kisah naiknya Gus Dur.

“Hari ini, tokoh Indonesia yang betul-betul di tengah namanya Rizal Ramli. Hari ini, konflik antara dua kelompok (Jokowi-Prabowo), jauh lebih tajam dibandingkan 18 tahun yang lalu (era Gus Dur),” pungkas Rizal Ramli di depan tamu Halal bihalal di kediamannya, Jakarta Selatan, Selasa malam (3/7/2018).

Rizal pun bercerita mengenai strategi Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi Presiden Ke empat. Menurutnya, dua tahun sebelum menggantikan Presiden kedua Bacharuddin Jusuf Habibie, dirinya sempat ngopi bareng Gus Dur.

Saat itu, kata Rizal Gus Dur menjamin dirinya sendiri akan duduk sebagai Presiden RI keempat untuk melanjutkan tongkat estafet dari Habibie. Mendengar hal tersebut, ia pun kaget. “Saat mendengar itu kopi saya hampir tumpah. Kaget,” kenangnya.

Rizal pun menganalisa posisi Gus Dur. Saat itu, honor ceramah Gus Dur dinilainya kurang dari kurang dari Rp2 juta. Apalagi, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang dipimpin Gus Dur masuk kategori partai gurem. Kemudian, dari segi popularitas, Gus Dur memang disukai masyarakat pedesaan. Namun, tidak dengan warga kota akibat sikapnya yang dianggap nyeleneh.

Rizal juga mencoba menganalisa peluang Gus Dur saat itu. Masyarakat Indonesia berlatar belakang islam cenderung untuk memilih kelompok nasionalis atau abangan yang saat itu dipimpin Megawati Soekarnoputri. Sebaliknya, kelompok yang nasionalis tidak akan memilih pemimin dengan latar belakang islam.

“Akhirnya orang nyari siapa yang di tengah. Nah, yang di tengah waktu itu ya Gus Dur. Minoritas hanya 10 persen, pengaruhnya ada 30 persen. Itulah yang menjelaskan mengapa Gus Dur bisa menang,” papar Rizal. (nes,rmol)