SURABAYA | duta.co – PT Hitakara, korban mafia peradilan PN Surabaya memberi apresiasi kepada Komisi Yudisial yang telah memecat Hakim Mangapul, SH, MH terkait vonis bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur pada 30 Juli 2024. Hukuman pemecatan dinilai sudah tepat. Hakim Mangapul, SH, MHÂ sebagaimana yang ramai diwartakan, dinilai berbagai kalangan sebagai hakim Super Mafia di PN Surabaya.
Menjelang pensiun dalam sepekan ia membebaskan dua orang terdakwa dalam perkara pidana yang berbeda. Sebelum memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur, pada tanggal 30 Juli 2024, Mangapul, SH, MH, bersama-sama hakim Suswanti, SH, dan Sudar, SH memvonis bebas terdakwa Victor S. Bachtiar, yang terjerat dalam kasus pidana mafia kepailitan No. 952/Pid.B/2024/PN.Sby.Â
Dalam fakta persidangan telah terungkap dengan benderang peran terdakwaVictor S. Bachtiar, selaku kuasa hukum Pemohon PKPU membuat tagihan palsu kepada PT. Hitakara.Â
Padahal tagihan seharusnya dialamatkan kepada PT. Tiga Sekawan. Akibatnya dua buah hotel milik PT. Hitakara masuk ke dalam harta pailit yang kini dikuasai kurator.Â
âPT. Hitakara telah melaporkan Hakim Mangapul, SH, MH dan kawan-kawan ke Ketua Bawas Mahkamah Agung RI pada tanggal 2 Agustus 2024, dengan perihal: Dugaan Suap dalam putusan perkara No. 952/Pid.B/2024/PN.Sby
Kami minta hakim Suswanti, SH, dan Sudar, SH juga dapat dipecat. Kami mendukung rencana KPK mengungkap suapâ ujar R Primaditya Wirasandi, SH selaku Kuasa Hukum Pidana PT. Hitakara, yang didampingi Livia Patricia, SH. dalam konperensi pers di Surabaya (29/8).
“Klien kami menjadi korban dari persekongkolan jahat yang menggunakan topeng PKPU dan Kepailitan. Putusan onslag terhadap Terdakwa Victor S. Bahtiar jelas tidak didasari fakta materiil, persis dengan apa yg terjadi di Putusan Gregorius Ronald Tannur” lanjutnya.
Kami mendukung rencana KPK mengungkap suap. Klien kami menjadi korban dari persekongkolan jahat yang menggunakan topeng PKPU dan Kepailitan. Putusan Onslag terhadap Terdakwa Victor S. Bahtiar jelas tidak didasari fakta materiil, persis dengan apa yg terjadi di Putusan Gregorius Ronald Tannur,” lanjutnya.
Menurut Primaditya, bukti-bukti yang sudah clear sampai audit yang dilakukan oleh Bareskrim tidak dipertimbangkan oleh Majelis Hakim. Justeru audit yang diajukan oleh terdakwa tidak diketahui sumbernya, yang menjadikan pertimbangan salah satu kejanggalan.
“Kami mempertanyakan, terkait tagihan tersebut. Dalam PKPU sebenarnya sudah terungkap bahwa 3 tenan yang pengaju ini terdapat sekitar 60 tenan yg lain. Dalam verifikasi itu hutangnya sama ditolak bukan merupakan krediturnya.ditahan.
Primaditya menegaskan, ini merupakan suatu tanda kejanggalan. Kenapa 3 pengaju pemohon PKPU tetap diperhatikan. Sedangkan yang lain, klasifikasinya sama, jenis hutangnya sama ditolak menjadi kreditur.
“Itu fakta yang nyata, bahwa hutangnya ini memang bukan hutang dari PT Hitakara. Sejak awal, PKPU pun kami sudah mengadukan Hakim pemutus dan Hakim pengawas, terhadap proses PKPU. Kami menilai apa yang dialami oleh klien kami adalah suatu proses yang tidak benar, tidak sesuai dengan UU kepailitan dan PKPU,” tandasnya.
Ditambahkan oleh Penasihat Hukum PT Hitakara Livia Patricia S.H, Klien sudah mengadukan terkait pidananya sendiri, begitu mendengar keputusannya Onslag. Ini pasti ada dugaan kuat terjadi suap sehingga putusannya bisa memvonis Onslag terhadap terdakwa.
“Kami minta MA, Bawas MA, bahkan KPK melakukan pengawasan ketat terhadap proses peradilan yang sedang berlangsung,” tandasnya.
Untuk diketahui, saat ini masih berlangsung perkara pidana No 1277/ Pid.B/ 2024/ PN.Sby dengan terdakwa Indra Ari Murto dan Riansyah masih terkait tagihan palsu terhadap PT Hitakara.Â
PT Hitakara yang sedang berangsur membaik setelah didera pandemi covid 19 di tahun 2020-2022, saat ini mengalami kerugian yang besar dan berhenti beroperasi karena pailit. tom