Sejak mengalahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui praperadilan, Ketua DPR RI Setya Novanto kembali muncul di persidangan kasus korupsi e-KTP, Jumat (3/11). (antara)

JAKARTA | duta.co– Sejak mengalahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui praperadilan, Ketua DPR RI Setya Novanto kembali muncul di persidangan kasus korupsi e-KTP, Jumat (3/11). Novanto menjadi saksi untuk terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong setelah dua kali mangkir panggilan jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Dalam sidang, Novanto membantah keterlibatannya dalam proyek yang menggunakan anggaran negara Rp 5,9 triliun itu. Novanto juga membantah menerima uang korupsi pengadaan e-KTP. Dua frasa sering di ucapkan di depan hakim, yaitu ‘tidak tahu’ dan ‘tidak benar’. “Ya itu hak Anda untuk menjawab, karena Anda sudah disumpah,” ujar salah satu anggota majelis hakim.

Pertama, Novanto membantah menitipkan pesan kepada Sekjen Kemendagri Diah Anggraini. Padahal, dalam persidangan sebelumnya terungkap bahwa Novanto meminta Diah memberitahu Dirjen Dukcapil, Irman, agar mengatakan tidak kenal dengan Novanto saat ditanya oleh KPK.

Novanto juga membantah mengikuti pertemuan di Hotel Gran Melia, Jakarta. Padahal, pertemuan yang dihadiri Diah, Irman, Sugiharto dan terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong tersebut, diakui oleh saksi-saksi lain. “Tidak benar. Seperti dalam BAP dan dalam sidang yang lalu,” tutur Novanto.

Selain itu, Novanto juga mengaku tidak kenal dengan nama beberapa pengusaha pelaksana proyek e-KTP. Misalnya, Paulus Tanos, Anang Sugiana Sudihardjo dan Johannes Marliem. Padahal, beberapa nama tersebut pernah mengaku bertemu dengan Setya Novanto yang saat itu masih menjabat ketua Fraksi Partai Golkar.

Kemudian, Novanto juga menyatakan tidak mengetahui bahwa keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi, yang merupakan pengusaha dari PT Murakabi Sejahtera, pernah menjadi peserta lelang proyek e-KTP. “Tidak tahu dan tidak benar yang mulia,” ujarnya.

 

Anak Jadi Komisaris Murakabi

Bahkan Novanto juga berdalih lupa anaknya pernah menjabat komisaris di PT Murakabi. “Apakah Anda tahu selain Irvanto ada keluarga lain yang menjadi pengurus Murakabi?” tanya JPU KPK kepada Setnov dalam persidangan.

“Tidak tahu,” ujar Setnov.

“Kenal Dwina Michaella?” tanya jaksa lagi.

“Kenal. Dia anak saya,” jawab Setnov.

“Dwina pernah menjadi komisaris PT Murakabi,” cecar jaksa.

Novanto kembali mengklaim tidak tahu sepak terjang sang anak. Menanggapi respons Setnov, JPU pun mengajukan barang bukti di hadapan majelis hakim mengenai struktural jabatan PT Murakabi Sejahtera, perusahaan peserta konsorsium lelang proyek e-KTP.

Pada persidangan kemarin JPU KPK juga gencar mendalami kepemilikan saham PT Murakabi. Jaksa menduga kepemilikan saham mayoritas di perusahaan itu dipegang oleh Setnov dan keluarganya melalui PT Mondialindo Graha Perdana.

“Anda tahu Mondialindo?” tanya jaksa.

“Iya. Saya dulu jadi komisaris di sana,” ujar Setnov.

Kendati demikian, dia mengaku posisinya sudah tidak sebagai komisaris di PT Mondialindo dan tidak tahu-menahu lagi pihak yang mengganti posisinya. Sebab, imbuhnya, perusahaan tersebut diakuinya telah dijual kepada Heru Taher.

Berdasarkan data yang dimiliki JPU KPK, selepas Setnov baik sang istri Destriani Astriani Tagor, dan dua anaknya; Reza Herlindo, dan Dwina Michaella, menjabat sebagai komisaris menggantikan Setnov. Meski pengakuan Setnov, perusahaan itu telah dijual kepada Heru, kepemilikan PT Mondialindo masih atas nama Ketum Golkar saat ini.

Lokasi perusahaan tersebut diketahui bermarkas di Menara Imperium lantai 27, Kuningan, Jakarta Selatan. Belakangan, diketahui lantai tersebut saat ini didiami oleh PT Murakabi. “Jadi itu kantor PT Murakabi?” cecar jaksa yang dijawab Setnov tidak tahu.

 

Bantah Terima Duit

Dalam persidangan, Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butarbutar jug amengonfirmasi soal dugaan penerimaan uang dalam proyek e-KTP. “Ya ini fitnah yang sangat kejam yang dilakukan pihak-pihak yang selalu menyudutkan saya. Itu tidak benar,” ujar Novanto.

Jhon sampai lebih dari tiga kali menanyakan perihal penerimaan uang kepada Setya Novanto. Menurut dia, dalam sejumlah persidangan sebelumnya, ada banyak saksi yang menerangkan bahwa Novanto terlibat dalam pengurusan anggaran e-KTP. Bahkan, dalam fakta persidangan ada yang menerangkan bahwa Novanto memiliki jatah uang korupsi.

“Konon dalam proyek e-KTP ada bagi-bagi uang. Ya wajar saja kalau pengusaha. Tapi ini dikaitkan dengan lembaga Anda. Anda katanya ikut dalam arus perputaran uang?” Kata Jhon.

Meski telah diingatkan sumpah dan berulang-ulang ditanya pertanyaan yang sama, Novanto tetap mengelak. Ia membantah menerima uang dalam proyek yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu.

Sebut Ganjar Mengarang

Novanto juga menyebut Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengarang cerita tentang kaitannya dengan proyek pengadaan e-KTP. Awalnya, majelis hakim mengonfirmasi tentang keterangan Ganjar saat bersaksi di persidangan sebelumnya.

Saat itu, Ganjar yang merupakan mantan pimpinan Komisi II DPR menceritakan bahwa pada sekitar 2010-2011, ia pernah bertemu Setya Novanto di Bandara Ngurah Rai Bali. “Kalau bertemu Ganjar di Bali, itu betul,” kata Novanto.

Kemudian, hakim melanjutkan pertanyaan. Hakim mengulangi pengakuan Ganjar bahwa dalam pertemuan di Bandara itu, Novanto memintanya agar tidak galak-galak saat membahas anggaran e-KTP di DPR. Pada waktu itu, Novanto masih menjabat sebagai ketua Fraksi Partai Golkar di DPR RI.

“Pak Ganjar mengatakan, Anda meminta agar pembahasan anggaran e-KTP enggak perlu keras-keras. Apa itu benar?” tanya hakim kepada Novanto.

Novanto kemudian membantah hal tersebut. Menurut dia, dalam pertemuan yang hanya sebentar itu, tidak ada pembicaraan soal e-KTP. “Tidak benar, enggak pernah, ngarang itu,” kata Novanto. Majelis hakim kemudian mengingatkan bahwa Novanto telah bersumpah dan wajib memberikan keterangan yang benar. Namun, Novanto tetap pada bantahannya.

 

Minta Polisi Tuntaskan Meme

Sementara itu, usai sidang, Novanto sempat menanggapi kasus meme soal dirinya. Dia ingin agar polisi menuntaskan proses hukum terhadap para penyebar meme satir tentang dirinya di Medsos. Novanto tak berencana mencabut laporan polisi. “Pokoknya kami teruskan yang soal meme itu. Sudah kami serahkan kepada pihak penyidik. Jadi, kami lanjutkan,” katanya.

Polisi menangkap penyebar meme wajah Setya Novanto saat mengenakan masker alat bantu tidur (continuous positive airway pressure) di Rumah Sakit Premier Jatinegara, Jakarta. Polisi menangkap pelaku berinisial DKA di rumahnya di Tangerang, Selasa (31/10) sekitar pukul 22.00.

Perempuan berusia 29 tahun itu kini berstatus tersangka dan dijerat Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Polisi juga saat ini masih memburu pembuat dan penyebar meme Setya Novanto lainnya.

Meme tentang Novanto beredar di media sosial setelah putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membebaskan Novanto dari penetapan tersangka oleh KPK. Novanto memenangi praperadilan hingga hakim praperadilan membatalkan status tersangkanya.

Novanto sempat berstatus tersangka kasus e-KTP, namun dibatalkan oleh hakim Praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, KPK memastikan akan kembali menerbitkan surat perintah penyidikan baru untuk kembali menetapkan tersangka.

 

Diduga Ikut Atar Proyek

Novanto diduga ikut mengatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui oleh anggota DPR. Ia juga campur tangan dalam mengondisikan perusahaan yang menjadi pemenang lelang proyek e-KTP.

Surat tuntutan jaksa menjelaskan bahwa pengusaha Andi Narogong beberapa kali melakukan pertemuan dengan beberapa anggota DPR RI, khususnya Setya Novanto, Muhammad Nazaruddin, dan Ketua Fraksi Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.

Anggota DPR tersebut dianggap representasi Partai Golkar dan Demokrat yang dapat mendorong Komisi II menyetujui anggaran e-KTP. Setelah beberapa kali pertemuan, disepakati bahwa anggaran e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun.

Untuk merealisasikan fee anggota DPR, Andi membuat kesepakatan dengan Novanto, Anas, dan Nazaruddin, tentang rencana penggunaan anggaran. Dalam kesepakatan itu, sebesar 51 persen anggaran, atau sejumlah Rp 2,662 triliun akan digunakan untuk belanja modal atau belaja rill proyek. Sementara, sisanya sebesar 49 persen atau sejumlah Rp 2,5 triliun akan dibagikan kepada pejabat Kemendagri 7 persen, dan anggota Komisi II DPR sebesar 5 persen.

Setya Novanto dan Andi Narogong akan mendapat sebesar 11 persen, atau senilai Rp 574.200.000.000. Selain itu, kepada Anas dan Nazaruddin sebesar 11 persen, atau jumlah yang sama dengan Novanto. Kemudian, sisa 15 persen akan diberikan sebagai keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan. hud, net

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry