JAKARTA | duta.co – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy berziarah ke makam Anggota Dewan Pertimbangan Presiden KH Hasyim Muzadi. Hal ini dilakukannya usai mengisi Seminar Ulama Pesantren dan Cendekiawan Bela Negara di Pesantren Al-Hikam, Depok.
Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis ikut mengisi salah satu sesi dalam acara tersebut. Dalam seminar, Muhadjir sempat berdialog dengan peserta seminar soal konsep sekolah lima hari delapan jam.
“Pak Menteri memaparkan dan berdialog dengan peserta tentang pendidikan dan bahkan menyinggung soal sistem pendidikan full day yang sempat ramai itu,” kata Cholil dalam keterangan tertulisnya, Rabu (25/10/2017).
Seminar itu digelar pada pagi hari. Tema yang diangkat ialah tentang ‘Ahlussunnah wa-Jama’ah dan Bela Negara’.
Cholil menceritakan, Muhadjir ziarah ke makam (maqbarah) Hasyim Muzadi sendirian. Lalu dia mengikuti dari belakang. Ketika tiba di makam, Muhadjir langsung mengirimkan doa.
“Tapi dalam acara itu ada yang lebih menarik yaitu setelah acara selesai. Yaitu Pak Muhadjir berjalan sendiri menuju maqbarah Almarhum KH Ahmad Hasyim Muzadi. Saya pun mengikuti beliau berjalan sampai di maqbarah. Pak Menteri membaca Fatihah yang agak sedikit keras, saya pun mengikutinya,” tutur Cholil.
Cholil terus mengikuti tahlil yang dibacakan oleh Muhadjir. Pada kesempatan ini, Muhadjir membaca tahlil yang biasa dilakukan oleh warga Nahdlatul Ulama (Nahdliyin).
Sebagaimana diketahui, Muhadjir juga menjabat sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Pendidikan dan Kebudayaan. Cholil sedikit kaget karena warga Muhammadiyah hafal dan lancar membacakan tahlil.
“Lebih lanjut saya pun mengikuti bacaan Pak Muhajir. Pak Menteri lanjut tahlilan, saya sengaja mengikuti lebih keras agar jemaah di belakang mengikuti bacaannya. Saya pun mengikuti alur tahlil yang biasa dibaca warga nahdliyin yang dipimpin oleh Pak Muhadjir. Ternyata beliau hafal dan lancar membaca tahlil,” ungkapnya.
Usai tahlil, Muhadjir meminta Cholil memimpin doa. Kemudian mereka bersama jemaah berdoa bersama.
Dari kesempatan ini, Cholil memetik satu hikmah. Menurutnya, antara NU dan Muhammadiyah mmiliki banyak persamaan.
Dia mengatakan, persatuan umat beragama dapat terjalin ketika masyarakat tak mencari dan meruncingkan perbedaan. Persatuan akan muncul jika dapat menonjolkan kesamaan.
“Runut-runut silsilah nasab Pak Muhadjir itu keluarga santri dan anaknya pun sekolah di sekolah Sabilillah yang didirikan oleh tokoh NU asal Malang, KH Tholhah Hasan,” ucapnya.
“NU dan Muhammadiyah banyak persamaannya meskipun ada perbedaannya. Untuk membangun persatuan antar internal umat beragama, mari kita berprinsip: yang sama jangan dibeda-bedakan dan yang beda mari kita cari persamaannya demi persatuan umat,” sambung Cholil. (hud)