Luar Negeri Amerika Serikat, Rex Tillerson (kiri) saat berunding dengan Presiden Donald Trump. (FT/Reuters)

WASHINGTON | duta.co — Amerika Serikat ternyata masih membuka pintu negosiasi dengan Korea Utara (Korut). Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Rex Tillerson mengatakan, hal itu masih terus dilakukan paling tidak hingga Kim Jong Un benar-benar menyerang.

Langkah tersebut berbeda dengan pernyataan Trump. Selama beberapa pekan, Presiden AS itu siap mengambil tindakan militer terhadap Korut. Dalam sebuah kesempatan, Trump mengatakan, Tillerson hanya membuang waktu karena mencoba bernegosiasi dengan Korut.

Pesan yang berlawanan tersebut antara Trump dan Tillerson meningkatkan kekhawatiran dunia akan jatuh dalam perang akibat kesalahan perhitungan dan kesalahpahaman dengan Korut.

“Presiden jelas menginginkan masalah ini diselesaikan secara diplomatis, dia tidak ingin berperang. Upaya diplomatik akan terus berlanjut hingga bom pertama dijatuhkan,” kata Rex Tillerson kepada CNN seperti dilansir Telegraph, Senin (16/10).

Ketegangan antara Amerika dan Korut terus meningkat menyusul uji coba rudal yang terus dilakukan Kim Jong Un. Korea Utara membangun rudal jelajah antarbenua yang disebut-sebut dapat mencapai daratan Negeri Paman Sam.

Belakangan, militer Korea Utara juga terlihat berlatih di Semenanjung Korea guna mengantisipasi serangan Amerika. Tillerson mengatakan, AS memprioritaskan jalur diplomasi untuk menekan program nuklir Korea Utara.

Sebelumnya, Korea Utara mengancam akan menjatuhkan rudal di Guam. Kawasan itu merupakan sebuah pulau di Samudra Pasifik yang menjadi pangkalan dan basis militer AS.

Pemerintah Korea Utara mengatakan, serangan balasan itu sebagai bentuk pertahanan diri. Ancaman tersebut keluar menyusul tindakan militer AS di daerah-daerah yang dinilai sensitif.

Kehadiran pasukan militer AS di semenanjung Korea telah menjadi lebih umum. Pekan ini, pesawat pengebom B-1B AS terbang di atas Korea Selatan dengan pengawalan jet tempur dari negara sekutu tersebut.

“Tindakan militer AS memperkuat tekad kami AS harus dijinakkan dengan tembakan dan membiarkan kami melakukan tindakan balasan terberat,” kata seorang peneliti di Institut Studi Amerika di Korut, Kim Kwang Hak. (net)