SURABAYA | duta.co – Siapa yang tak kenal dengan pendiri Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Mahbub Djunaidi? ‘Sang Pendekar Pena’ yang berjuluk ‘Burung Parkit di Kandang Macan’, karena keberaniannya menyuarakan kebenaran dan membela wong cilik, ini kiprahnya layak diabadikan di Museum NU.

Amanah yang diemban seabrek. Ialah tokoh NU yang duduk di Wakil Ketua PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Pusat (1963) dan Ketua Umum PWI Pusat (1965-1970). Pemimpin Redaksi Koran Duta Masyarakat (1960-1970) itu juga dikenal sebagai Wakil Sekjen PBNU dan Wakil Ketua I PBNU periode 1970-1979 dan 1984-1989. Cukup? Belum. Ialah salah satu wakil partai NU di DPR periode 1977-1982.

“Almarhum Cak Anam (Drs H Choirul Anam red.) pernah merancang ruang khusus Mahbub Djunaidi di Museum NU. Beliau bukan saja kolomnis handal, tetapi, sosok jurnalis NU yang banyak mewarnai jurnalis nahdliyin masa kini,” demikian Mokhammad Kaiyis, pengurus Museum NU yang notabene Pemred Duta Masyarakat, Rabu (3/7/24).

Gus Isfandiari, putra Mahbub Djunaidi notabene Wakil Sekjen PBNU, Rabu (3/7) bertandang ke Museum NU. Usai acara di UNUSA (Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya) ia menyusuri lorong Museum NU. “Perlu ada sentuhan baru (Museum NU) agar cocok dengan kehidupan milenial dan Generasi Z,” demikian Gus Isfan panggilan akrabnya.

Menurut Gus Isfan, banyak artefak (benda bersejarah) terkait dengan perjuangan Kiai NU, yang perlu diketahui milenial dan Gen-Z. Cuma perlu kemasan lebih menarik, agar generasi muda tertarik melihatnya, mencermatinya, menghayati perjuangan para leluhur. “Perlu modifikasi yang bagus. Menyaksikan artefak perjuangan para kiai di Museum NU, semakin mempertajam pengetahuan kita, betapa ikhlas para masyayikh NU dalam berjuang,” tegasnya.

Gus Isfan juga mencermati surat balasan dari Raja Saud (Saudi Arabia) tentang usulan Komite Hijaz (kiai-kiai NU) agar empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali) diperbolehkan ‘hidup’ di tanah suci, serta tidak ada pembumihangusan situs-situs sejarah Islam. “Ini sejarah penting terkait peradaban dunia,” tambahnya.

Terkait obsesi almarhum Cak Anam agar ada ruang khusus Mahbub Djunaidi, Gus Isfan pun menyambut baik. Ini membuat plong pengurus Museum NU untuk mewujudkan obsesi tersebut.

“Saya akan banyak menganggu waktu beliau (Gus Isfan red) untuk mewujudkan itu. Karena Museum NU ini harus ditunggui jurnalis nahdliyin. Di Museum NU juga sering digelar Pelatihan Jurnalistik. Betapa indahnya kalau kemudian para penulis NU itu masuk ruang ‘Mahbub Djunaidi’ bisa membaca rekam jejak beliau,” pungkas Kaiyis. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry