
SURABAYA | duta.co – Ratusan jamaah memadati Aula KH. M. Hasyim Asy’ari di Kantor Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, Sabtu (11/10/2025). Lantunan doa dan ayat suci Al-Qur’an menggema khidmat, mengiringi air mata keluarga dan santri yang kehilangan orang-orang tercinta dalam musibah runtuhnya musala Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Khoziny, Sidoarjo.
Dalam suasana penuh haru itu, Menteri Sosial Republik Indonesia sekaligus Sekretaris Jenderal PBNU, Saifullah Yusuf (Gus Ipul), hadir untuk mengikuti doa bersama dan menyerahkan langsung santunan kepada 17 ahli waris korban.
“Alhamdulillah, hari ini kita bisa berdoa bersama. Pemerintah, sejak awal, telah memberi perhatian penuh terhadap musibah ini. Presiden menugaskan agar seluruh proses penanganan dilakukan tuntas sampai tahap rehabilitasi,” ujar Gus Ipul di sela kegiatan Khotmil Quran dan Tahlil Akbar Syuhada Santri Al-Khoziny.
Acara yang diinisiasi PWNU Jatim itu juga dihadiri oleh para kiai, pengasuh pesantren se-Jawa Timur, termasuk KH. Abdul Salam Mujib selaku pengasuh Ponpes Al-Khoziny dan KH. Abdul Matin Jawahir dari PWNU Jatim.
Gus Ipul tiba di lokasi sekitar pukul 14.30 WIB dan langsung disambut hangat oleh keluarga para korban. Dengan khusyuk, ia mengikuti rangkaian doa sebelum menyerahkan santunan berupa uang tunai Rp15 juta untuk masing-masing ahli waris korban meninggal dunia, disertai paket sembako dan nutrisi keluarga.
Menurut Gus Ipul, bantuan tersebut diberikan kepada keluarga yang telah melalui proses asesmen oleh Kementerian Sosial. “Untuk sementara baru 17 keluarga yang selesai kami asesmen. Nanti akan menyusul keluarga lainnya,” terangnya.
Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa pemerintah pusat hingga daerah berkoordinasi secara terpadu dalam penanganan bencana ini, mulai dari tahap evakuasi, penanganan darurat, hingga rehabilitasi dan rekonstruksi sosial.
Selain santunan, Kementerian Sosial juga menyiapkan program pendampingan psikososial dan pemberdayaan ekonomi bagi keluarga korban. Bantuan ini diwujudkan dalam bentuk pelatihan keterampilan, bantuan permodalan usaha, serta pendampingan sosial agar keluarga dapat kembali mandiri.
“Misalnya ada keluarga yang ingin membuka warung atau toko, kami akan asesmen lebih dulu, berikan pelatihan, lalu bantu dengan modal usaha,” ungkap Gus Ipul.
Ia menambahkan, pemulihan psikologis menjadi perhatian penting agar keluarga korban tidak hanya pulih secara ekonomi, tetapi juga mampu bangkit dari trauma. Pekerja sosial Kemensos diturunkan langsung untuk melakukan pendampingan intensif di lapangan.
Tak hanya itu, perhatian khusus juga diberikan kepada santri yang mengalami disabilitas akibat musibah. Gus Ipul menyebut, Kemensos telah bekerja sama dengan Komisi Nasional Disabilitas (KND) untuk memberikan alat bantu seperti kaki palsu, tangan palsu, kursi roda, maupun tongkat sesuai kebutuhan masing-masing korban.
Sebelumnya, ia juga menjenguk dua santri korban, Syehlendra Haical Aditya dan Syaifur Rosi Abdillah, yang kakinya harus diamputasi. “Yang paling penting sekarang adalah bagaimana membangkitkan semangat mereka. Ini bukan akhir dari segalanya, tapi awal yang baru untuk mereka terus berprestasi,” ujarnya.
Gus Ipul menekankan bahwa kegiatan doa bersama ini bukan sekadar ritual keagamaan, melainkan wujud nyata solidaritas dan kepedulian warga Nahdlatul Ulama terhadap sesama. “Doa ini menjadi ikhtiar batin agar para santri yang wafat mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT, dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan serta kekuatan,” tuturnya.
Acara Khotmil Quran dan Tahlil Akbar yang berlangsung hingga sore itu menjadi simbol kebersamaan di tengah duka. Nahdlatul Ulama dan Kementerian Sosial menunjukkan bahwa kepedulian tidak berhenti di kata simpati—tetapi diwujudkan melalui tindakan nyata untuk memulihkan kehidupan dan harapan keluarga korban. (Rid)