Andi Budi Sulistijano (berkopyah/kiri) mendampingi ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet)

SURABAYA | duta.co – Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menilai, jumlah peneliti Indonesia masih jauh dari harapan. Data UNESCO pada 2018 menyebutkan bahwa kuantitas periset Indonesia paling sedikit dibanding negara-negara G-20 lainnya.

“Rasio jumlah periset di Indonesia sekitar 89 peneliti per 1 juta penduduk. Sedangkan Singapura memiliki 6.658 peneliti per 1 juta penduduk. Rasio yang dimiliki Indonesia tersebut juga masih jauh dari perbandingan ideal peneliti yang ditetapkan World Bank, yaitu antara 4.00-5.000 peneliti per 1 juta penduduk,” tutur Bamsoet saat menjadi Keynote Speaker Seminar dan Lokakarya Kualitatif Indonesia 2019 yang diselenggarakan Universitas Matana bersama Indonesia Qualitative Research Association (IQRA), Rabu (20/3/2019).

Politisi Partai Golkar ini menjelaskan, di era disrupsi teknologi dan informasi akibat Revolusi Industri 4.0 ini, pembangunan bangsa menjadi tidak mudah. Perlu penyelarasan berbagai perbedaan yang beranekaragam.

Atas dasar hal itulah, lanjutnya, upaya memperkuat penelitian, khususnya kualitatif, harus dilakukan. Sehingga bisa menyerap berbagai realitas masyarakat dan memberikan solusi pembangunan yang sejalan dengan cita-cita bangsa dan negara.

Lebij jauh Bamsoet mengungkapkan, satu diantara banyak hal yang menjadi kebanggaan Indonesia adalah keberagaman seni dan budaya. Namun sayangnya, kini keberagaman seni dan budaya tersebut mulai terdisrupsi oleh benturan akibat berbagai politisasi.

Jika tidak pandai menyiasati, lanjutnya, Indonesia malah akan terjebak menjadi arena pertarungan antar ideologi yang tak sejalan dengan jati diri. Padahal, para founding fathers sudah menyepakati Pancasila sebagai ideologi dan way of life bangsa Indonesia.

Atas kondisi jumlah peneliti yang masih sangat kurang, Bendahara Umum IQRA Andi Budi Sulistijanto menanggapi serius. Gus Andi, sapaan akrabnya, mengatakan IQRA hadir memang untuk meningkatkan pengetahuan dan jumlah peneliti di Indonesia.

“Memang kurang jumlah peneliti kita dibanding dengan negara lainnya. Kondisi ini semakin berat karena kualitas peneliti masih belum memadai,” ujar politisi yang juga ketua Panitia Seminar dan Lokakarya Nasional kualitatif Indonesia 2019 ini.

Caleg DPR RI Dapil Jatim 1 (Surabaya-Sidoarjo) nomor urut 2 dari Partai Golkar ini menjelaskan, jumlah publikasi ilmiah periset dalam negeri masij tertinggal dari negara tetangga. Berdasarkan data dari Kementerian Riset dan Pergurian Tinggi, dalam setahun Indonesia hanya mampu menghasilkan 6.260 riset.

“Malaysia dalam setahun mampu menghasilkan 25.000 riset, Singapura 18.000 riset, Thailand 12.000-13.000, Indonesia terpaut sangat jauh,” ungkap Gus Andi.

Gus Andi bersyukur Seminar dan Lokakarya Kualitatif Indonesia 2019 dihadiri oleh perwakilan 35 universitas Indonesia dan lebih dari 15 lembaga peneliti. Dengan acara yang berlangsung dua hari, dari 19-20 Maret setidaknya akan membuka harapan bahwa Indonesia juga masih bisa bersaing dengan negara-negara lain.

“IQRA hadir untuk menjawab kekurangan jumlah publikasi penelitian dan meningkatkan kualitas SDM para peneliti Indonesia,” tukas wakil ketua Lakpesdam PBNU ini. azi

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry