Satuham SAg, Ketua FKDT Jawa Timur (kiri-FTberitakampung.id) dan Gus Ali Azhar.

SURABAYA | duta.co – Guru diniyah yang berada di bawah naungan FKDT (Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah) Jawa Timur mulai resah. Ini menyusul politisasi Pilgub yang dilakukan oknum di dalamnya. Keinginan Ketua FKDT Jawa Timur, H Satuham Akbar SAg menyeret organisasi mendukung Gus Ipul-Puti, membuat para guru diniyah gerah.

“Terus terang, kami sangat prihatin. Menangis, menyaksikan guru diniyah yang mestinya jauh dari politik, tiba-tiba panas. Lebih prihatin lagi, urusannya perut, uang. Ini sudah melenceng jauh dari niat kami mengabdikan diri mengajar Alquran. Sekarang kita lebih takut lapar,” demikian disampaikan salah seorang guru ngaji methode At-Tartil, di Krian, Sidoarjo, Sabtu (10/2/2018).

Seperti diberitakan banyak media, sedari awal, Ketua FKDT Jawa Timur, H Satuham Akbar SAg menyatakan, bahwa FKDT akan mendukung seratus persen pasangan Gus Ipul (saat itu masih bergandengan dengan Anas red.). Untuk itu, dalam waktu dekat pihaknya menggelar pertemuan dengan pengurus FKDT di 38 kab/ kota di Jatim.

“Rencananya dalam waktu dekat kita akan mengadakan pertemuan pengurus FKDT di 38 kab/kota di Jatim,” kata Satuham yang juga menjabat Wakil Ketua DPC PKB Surabaya, saat ditemui diruang Fraksi PKB DPRD Surabaya, Kamis (30/11/2017) oleh wartawan portal pilgubjatim.com.

Mendekati penetapan pasangan calon Pilgub Jatim oleh KPU Jatim, Senin (12/2), suasana guru ngaji semakin panas, bahkan mulai transparan motif dan strategi yang digunakan oleh masing-masing tim pemenangan pasangan calon yang berkontestasi di Pilgub Jatim 2018.

Kini muncul lembaga baru yang tidak puas dengan FKDT. Lembaga itu bernama Persatuan Guru Diniyah Nusantara (PGDN) Jatim. Mereka pun hendak menggelar Halaqoh di Ponpes Amanatul Ummah Kembangbelor Pacet Mojokerto pada 11-12 Februari.

Kepada duta.co, Satuham selaku Ketua FKDT menilai sebagai organisasi abal-abal. Menurutnya, PGDN yang muncul tiba-tiba itu abal-abal, bisa dikatakan menyerobot ide  FKDT. Sebab, sejatinya PGDN itu dirinya yang mengkonsep, termasuk yang membikin logo.

“PGDN itu mau kami bikin, karena di NU untuk mewadahi guru-guru Ma’arif sudah ada Pergunu, sehingga untuk guru diniyah mau kami bentuk PGDN. Tapi belum saya notariskan tiba-tiba sudah ada yang mengatasnamakan PGDN tanpa sepengetahuan kami,” sesal Satuham saat dikonfirmasi Jumat (9/2/2018).

Ia meyakini pengurus PGDN abal-abal, anggotanya patut diragukan. Sebab setelah munculnya surat undangan tersebut, FKDT Jatim sudah rapat dan mengintruksikan supaya anggota FKDT tidak ikut PGDN karena itu bukan bentukan FKDT.

“Saya tahu siapa Abdul Aziz Hamid itu, dia adalah mantan sekretaris PW FKDT Jatim sebelum saya menjabat sebagai ketua FKDT Jatim,” beber Satuham.

Satuham sendiri mengakui, bahwa FKDT Jatim dalam waktu dekat lembaganya berencana menyatakan tekad dukungan kepada pasangan Gus Ipul-Puti pada Pilgub Jatim 2018. Alasannya, dalam kepengurusan PW FKDT Jatim, Wagub Jatim Saifullah Yusuf menjadi pembina.

“Saya kira wajar kalau FKDT mendukung Gus Ipul karena beliau adalah pembina kami dan selama hampir 10 tahun memperjuangkan adanya bantuan Bosda Madin di Jatim,” imbuhnya.

Terpisah, pengamat politik dari Bangun Indonesia, Agus Mahfud Fauzi sangat menyayangkan kalau sampai para guru dan lembaga pendidikan apapun namanya digunakan untuk kepentingan Pilkada. “Sesuai UU No.10 tahun 2016 tentang Pilkada itu dilarang keras, sehingga Bawaslu harus memproses demi terwujudnya Pilkada yang luber dan jurdil,” jelas mantan komisioner KPU Jatim ini.

Sebaliknya, Dekan FISIP Unijoyo Madura, Surokim Abdussalam menilai pelibatan guru Madin dalam politik elektoral memang tidak melanggar aturan, namun  sesungguhnya berisiko karena memanfaatkan para guru dan pendidik untuk kepentingan politik Pilgub Jatim.

“Mestinya semua pihak bisa menahan diri untuk tidak terlampau jauh melibatkan para guru dan pendidik dalam kegiatan politik. Jangan sampai secara institusional para pendidik terbawa dalam arus politik sehingga bisa menciptakan salah paham diantara mereka dan juga mengganggu independensi mereka sebagai aset masyarakat yang berdiri diatas semua golongan,” tegas Surokim.

Sementara Abdul Aziz Hamid sendiri belum bisa dihubungi. Beberapa orang dekatnya mengatakan, bahwa, pembentukan PGDN itu, sesungguhnya lebih karena reaksi, menyusul politisasi yang terjadi dalam FKDT.

“Kita ini, guru-guru ngaji sangat prihatin, masak sih karena dapat insentif yang tidak seberapa nilainya, lalu harus menjual idealisme, menjual organisasi FDKT. Kalau sekarang muncul PGDN itu hanya sebagai bentuk peringatan, bahwa, ada yang salah dan, itu berbahaya dalam diri kita,” jelasnya.

Pandangan yang sama disampaikan Gus Ali (Ali Azhar), mantan guru ngaji yang juga keluarga besar sebuah pesantren di Sidoarjo, mengatakan, politisasi guru ngaji ini, bisa menghancurkan amal baik mereka. Insentif yang hanya Rp 100 ribu/bulan bisa merusak seluruh amal baiknya.

“Saya sangat kasihan melihat guru ngaji. Berapa sih mereka diberi insentif setiap bulan? Sangat kecil sekali, Rp100/bulan. Sudah begitu dihancurkan lagi niatnya untuk politik,” jelasnya kepada duta.co Sabtu (10/2/2018).

Padahal, lanjutnya, kalau sampai mereka berhasil diseret ke politik, bukan rahmat yang didapat, tetapi laknat. Tidak akan membawa barokah. “Saya masih ingat pesan Gus Dur, Alquran itu kalau tidak rahmat, ya laknat,” tambah Gus Ali dari Sahabat Khofifah ini. (ud,mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry