TERIMA ORDER SARA: Para tersangka komplotan Saracen, sindikat penebar ujaran kebencian bermuatan SARA di Medsos, di Mabes Polri Jakarta, Rabu (23/8). (ist)

JAKARTA | duta.co – Polri mengungkap grup bernama Saracen, pelaku yang kerap menyebarkan ujaran kebencian bermuatan SARA di media sosial. Mereka berbagi peran dalam melancarkan aksi. Mereka juga punya ribuan akun untuk menyebarkan isu SARA di Medsos, yang akan beroperasi sesuai dengan yang diperintahkan pemesan.

“Para pelaku ini memiliki ribuan akun, misalnya kurang-lebih 2.000 akun, itu dia menjelek-jelekkan satu agama, ribuan lagi kurang-lebih itu yang menjelek-jelekkan agama yang lain, itu yang kemudian tergantung pemesanan,” ujar Kabag Mitra Divisi Humas Polri Kombes Awi Setiyono di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta, Rabu (23/8/2017).

Sindikat Saracen di Facebook mengunggah konten ujaran kebencian dan berbau SARA berdasarkan pesanan. Tujuan mereka menyebarkan konten tersebut semata-mata alasan ekonomi.

“Mereka menerima pesanan jasa membuat dan punya inisiatif itu. Saling membutuhkan,” ujar Kepala Sub Bagian Operasi Satuan Tugas Patroli Siber pada Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri AKBP Susatyo Purnomo di tempat yang sama.

Ditambahkan Susatyo, sindikat itu butuh biaya untuk membuat website, menyewa hosting, dan sebagainya dalam membesarkan grupnya. Bahkan, mereka memiliki website sendiri untuk memposting berita-berita pesanan tersebut melalui Saracennews.com.

Media tersebut mengunggah berita-berita yang tidak sesuai dengan kebenarannya, tergantung pesanan. “Untuk itu banyak sekali pencemaran nama baik, yaitu kepada pejabat publik, tokoh masyarakat, dan sebagainya,” ujar Susatyo.

Hingga kini, masih didalami siapa saja yang memesan konten atau berita untuk diunggah di grup maupun situs Saracen.

Kasubdit 1 Dit Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Irwan Anwar mengatakan, layaknya sebuah organisasi, sindikat Saracen mempunyai struktur tersendiri. JAS (32) berperan sebagai ketua, SRN (32) sebagai koordinator wilayah, dan MFT (43) bergerak di bidang media informasi.

Sebagai ketua kelompok, JAS mempunyai peran merekrut anggota dengan unggahan yang bersifat provokatif bermuatan isu SARA. Unggahan itu berupa narasi atau meme yang sifatnya menggiring opini masyarakat agar membenci kelompok lain.

“Unggahan tersebut berupa kata-kata, narasi, meme yang tampilannya mengarahkan opini pembaca untuk berpandangan negatif,” ujar Kombes Irwan.

Tak hanya itu, JAS mempunyai kemampuan me-recovery akun-akun yang diblokir. Dia juga sering berganti nomor handphone saat membuat akun Facebook. “JAS sendiri memiliki 11 akun e-mail dan 6 akun Facebook yang digunakan sebagai media untuk membuat sejumlah grup,” tuturnya.

Sementara itu, MFT, yang ditunjuk sebagai pengurus bidang media informasi, mempunyai peran menyebarkan ujaran kebencian lewat meme atau foto yang telah diedit sebelumnya. Dia juga kerap mem-posting ulang akun-akun yang membuat status terkait dengan sentimen suku dan agama. “Tersangka MFT merupakan pengurus Saracen di bidang media informasi,” imbuhnya.

Sedangkan SRN, yang ditugasi sebagai koordinator wilayah, mempunyai peran yang hampir sama dengan MFT. Dia menyebarkan posting-an yang bernada SARA atas nama diri sendiri ataupun mem-posting ulang dari akun lain. “Tersangka SRN adalah pengurus Saracen dengan peran koordinator grup wilayah,” ucap Irwan.

Selain itu, polisi menemukan beberapa sarana yang digunakan oleh Saracen dalam menyebarkan ujaran kebencian. Konten-konten yang bermuatan SARA itu ada di grup FB Saracen News, Saracen Cyber Team, dan Saracennewscom.

“Hingga saat ini, diketahui jumlah akun yang tergabung dalam jaringan grup Saracen berjumlah lebih dari 800.000 akun,” terangnya.

 

Sebar Proposal

Kombes Irwan Anwar mengatakan, para pelaku menyiapkan proposal untuk disebar kepada pihak pemesan. “Dalam satu proposal yang kami temukan, itu kurang lebih setiap proposal nilainya puluhan juta (rupiah),” kata Irwan.

Bahkan, anggota grup tersebut sudah menyiapkan konten yang akan mereka publikasikan. Konten tersebut baru akan diunggah jika ada pemesan yang membayar. Mereka memilki ribuan akun untuk memposting meme atau tulisan berbau ujaran kebencian dan SARA. “Dalam kesehariannya mereka memproduksi yang akan mereka tawarkan,” kata Irwan.

Iwan mengatakan polisi masih mendalami kelompok ini. “Saat ini penyidik masih terus mendalami berbagai akun email, akun Facebook, para admin dalam jaringan group Saracen yang masih aktif melakukan ujaran kebencian,” kata Irwan.

Akibat perbuatannya, ketiga pelaku yang ditangkap ini dijerat dengan Pasal 45A ayat 2 jo Pasal 28 ayat 22 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU ITE dengan ancaman 6 tahun penjara dan/atau Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 3 UU ITE dengan ancaman 4 tahun penjara.

Polisi juga menyita sejumlah barang bukti dalam kasus ini. Barang bukti dari JAS berupa 50 SIM card, 5 hard disk CPU, 1 hard disk laptop, 4 handphone, 5 flashdisk, dan 2 memory card.

Sementara itu, dari tersangka SRN, polisi menyita 1 handphone, 1 memory card, 5 SIM card, dan 1 flashdisk. Terakhir dari SRN, barang bukti yang disita adalah 1 laptop dan hard disk, 1 handphone, 3 SIM card, dan 1 memory card.

 

Penghina Jokowi

Salah satu yang ditangkap dari Grup Saracen adalah SRN (32) atau Sri Rahayu Ningsih, yang pernah mengunggah posting-an yang menghina Presiden Joko Widodo. Ternyata Sri yang ditangkap di Cianjur Sabtu (5/8/2017) lalu merupakan orang yang sama dengan koordinator wilayah Saracen. Sri ditangkap karena dianggap telah meresahkan dengan menebar kebencian bermuatan SARA.

“Ya sama. Ya kan banyak posting-an. Ada penghinaan kepada pejabat publik. Tapi di antara itu adalah SARA. SARA itulah yang kita terapkan kepada itu,” ujar Kasubbag Ops Satgas Patroli Siber Bareskrim Polri AKBP Susatyo Purnomo saat dikonfirmasi.

Susatyo menerangkan Sri ditangkap bukan karena konten penghinaan terhadap Jokowi, melainkan lantaran posting-annya yang bernuansa SARA di media sosial. Memang di antara sekian banyak posting-an di akunnya tersebut, ada konten penghinaan terhadap pejabat.

“SARA, memang ada penghinaan, tapi kan delik aduan. Tapi dari semua konten-konten itu, ada konten SARA,” terangnya.

Saat ditanya soal ada-tidaknya orang yang memesan posting-an untuk menghina Jokowi, Susatyo mengatakan hal itu masih didalami penyidik. Namun, pada intinya, dia berpesan agar momentum ini menjadi pengingat bagi masyarakat untuk tidak menebar kebencian di media sosial.

“Kalau itu masih dalam penyelidikan dari pihak-pihak terkait sebagainya. Intinya warning. Gitu aja. Ya masih pendalaman semuanya,” katanya.

Sebelumnya diberitakan, warga Cianjur, Jawa Barat, bernama Sri Rahayu ditangkap karena diduga menyebarkan ujaran kebencian (hate speech) melalui akun Facebook (FB). Polisi juga menyebut Sri Rahayu mempublikasikan konten penghinaan terhadap Jokowi.

“Tersangka mendistribusikan puluhan foto-foto dan tulisan dengan konten penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo, beberapa partai, organisasi kemasyarakatan dan kelompok, dan konten hoax lainnya,” kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Fadil Imran melalui keterangan tertulis kepada detikcom, Sabtu (5/8/2017) lalu. hud, dit, kcm

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry