JAKARTA | duta.co – Ramadhan belum menurunkan tensi saling curiga. Setelah berbagai instansi pemerintah dan kantor BUMN mengundang dai-dai pro khilafah, dan digempur netizen, kini giliran Kementerian Agama digempur politisi Partai Amanat Nasional (PAN) menyusul rekomendasi daftar 200 nama penceramah atau mubaligh yang dikeluarkan Kemenag.

Yusuf Mansur lebih dulu kementar soal itu, dan menilai rilis 200 nama mubalig oleh Kementerian Agama dapat menimbulkan perpecahan. Nama Yusuf sendiri masuk dalam daftar tersebut. Dia menuturkan dirinya tak ingin daftar nama itu menimbulkan perpecahan dan keterbelahan di kalangan ustad maupun masyarakat.

“Saya berdoa dan berharap enggak ada kegaduhan sebab daftar nama itu,” tulis Yusuf Mansur seperti dikutif dari akun media sosial instagram pribadinya, Sabtu (19/5).

Gak kepengen juga saya, dan kayaknya kawan-kawan semua yang di daftar itu, kemudian menjadi terbelah, berseberangan, dengan beliau-beliau yang lebih arif, bijak, saleh,” lanjutnya.

Rilis Kemenag ini sesungguhnya untuk jawaban kebutuhan dai moderat, yakni karena masyarakat banyak meminta rekomendasi ke Kemenag, tetapi rilis ini tidak bisa dipisahkan dari viralnya daftar penceramah Majelis Taklim Telkomsel yang sebelumnya sudah viral.

Seperti viral di medsos, poster ustadz pengisi kajian selama Ramadan di Majelis Taklim Telkomsel, perusahaan telekomunikasi yang notabene BUMN tersebut. Daftar itu menimbulkan pro-kontra. Mengapa BUMN mengundang ustadz pro khilafah.

Kehebohan itu segera ditanggapi Telkomsel dengan mengubah susunan penceramah majelis taklimnya. Tetapi, kemudian muncul info lain bahwa di Indosat juga terjadi kejadian serupa. Kemudian juga menyusul bahwa di Masjid Kampus UGM, salah satu ustaz pengisi kajian Ramadan adalah juru bicara HTI Ismail Yusanto dicoret.

Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Hanafi Rais menyatakan, keputusan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin itu dapat memecah belah umat Islam. “Umat Islam jadi resah dan malah mengakibatkan adu domba di antara umat Islam sendiri di Indonesia,” tegas dia dalam surat elektronik yang dikirimkan ke redaksi, Jakarta, Minggu (20/5/2018) sebagaimana dikutip rmol.co.

Keputusan tersebut juga dianggap Hanafi tidak relevan dengan kondisi Indonesia. Sebab, banyak penceramah yang belum tentu diketahui pemerintah, namun sangat dipercaya oleh masyarakat lantaran memiliki pengetahuan agama yang tinggi.

“Lebih baik pemerintah mencabut daftar itu, dan memikirkan langkah-langkah damai lainnya seperti misalnya mengelar silaturahmi penceramah di seluruh Indonesia agar dapat menjaga kesatuan umat Islam,” tegasnya.

Wakil Ketua Komisi I DPR ini juga mengatakan, dalih Kemenag bahwa daftar itu dibuat berdasarkan tiga kriteria, yaitu mempunyai kompetensi keilmuan agama yang mumpuni, reputasi yang baik, dan berkomitmen kebangsaan yang tinggi, konteksnya tidak tepat.

“Saya yakin untuk mencermati para penceramah atau mubalig, umat Islam di Indonesia punya akal sehat untuk mencerna berbagai ceramah atau tausiyah keagamaan. Mereka tahu yang terbaik untuk ummat & agama,” demikian Hanafi Rais.

Menag Lukman Hakim Saifuddin sendiri menegaskan bahwa rilis daftar 200 nama mubaligh bukan dalam rangka untuk memilah-milah mana penceramah yang boleh berceramah dan mana yang tidak boleh berceramah.

“Bukan itu tujuannya. Ini semua dalam rangka memenuhi harapan dan permintaan dari masyarakat,” ujar Menag Lukman usai membuka gelaran Syiar Anak Negeri atau lomba nasyid kalangan milineal di salah satu studio tv di Jakarta, Sabtu petang (19/05).

Menurut Menag, rilis daftar nama mubaligh itu dalam rangka menjawab pertanyaan masyarakat terkait muballigh yang bisa berceramah, baik di mushola, masjid dan tempat pengajian lainnya.

“Artinya di kemudian hari akan muncul nama-nama sesuai dengan masukan yang kita terima dari tokoh-tokoh ulama dan ormas Islam. Sehingga mereka bisa kita manfaatkan ilmunya. Ini daftar yang sangat dinamis dan akan senantiasa mengalami updating dan perubahan penambahan,” kata Menag.

Masalahnya: Pertama, ketika negara sedang bersikeras membendung kelompok pro khilafah, anti demokrasim anti pemerintah, mengapa instansi pemerintah tidak berada di satu barisan? Kedua, kalau memang Kemenag mau menyuguhkan referensi untuk umat, mengapa hanya 200, apalagi kabarnya ada tokoh yang sudah almarhum. Kalau benar, di mana kekuatan validasi kemenag?  Waallahu’alam. (fiq,rmol)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry