PURWOKERTO | duta.co – Insan pers terbelalak membaca pembubaran paksa aksi penolakan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Baturaden, Banyumas, Senin (9/10/2017). Seperti dirilis republika.co.id, bahwa, wartawan surat kabar Suara Merdeka, Agus Wahyudi, mengatakan suasana pembubaran aksi penolakan PLTP Baturaden, sangat mencekam. Sejumlah aparat kepolisian dan Satpol PP melakukan pembubaran dengan cara yang brutal.

“Saya melihat mereka (para demonstran) digebuki (dipukuli), ditendang, diseret, dilempar ke atas truk,” kata Agus Wahyudi, Selasa (10/10).

Agus juga mengaku dipaksa menghapus foto hasil liputannya. Dijelaskannya, Handphone-nya diminta paksa. Agus diancam jika handphone tidak diberikan dan foto tidak dihapus maka handphone akan dibanting. Agus dipaksa melakukan itu dengan ditunggui sekitar tiga polisi, untuk membuka password dan menghapus semua foto yang berisi tindakan kekerasan aparat ke massa.

Kejadian yang patut disesalkan dan dikutuk, menurut Agus adalah saat wartawan Metro TV, Darbe Tyas diinjak-injak, ditendang dan dipukul oleh sekitar 10 aparat. Saat terdorong hingga tersungkur, yang bersangkutan sudah menyampaikan adalah wartawan dan memperlihatkan ID Card-nya.

Namun hal itu tetap tidak diindahkan oknum aparat yang melakukan kekerasan fisik di sudut gerbang kabupaten sebelah barat sekitar pukul 22.05 WIB. Kekerasan ini berlangsung sekitar 10 menit kemudian. Pelaku kekerasan baru menghentikan aksinya setelah bersangkutan sudah tak berdaya dan ditolong wartawan lain. Gila!

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Purwokerto mengecam aksi brutal yang dilakukan Polisi dan Satpol PP kepada wartawan ini. “Kami mengecam tindakan represif aparat Kepolisian dan Satpol PP kepada jurnalis dan massa aksi,” ujar Ketua AJI Purwokerto, Rudal Afgani Dirgantara, melalui pesan singkat di Jakarta, Selasa (10/10).

Rudal menceritakan, awal mula kejadian adalah pada saat para awak media tengah meliput aksi unjuk rasa penolakan terhadap PLTPB Gunung Slamet. Kemudian aksi mulai memanas saat masa mulai membuka gerbang kantor DPRD Banyumas.

Di hadapan massa, telah berjaga barisan polisi dan Satpol PP. Massa berusaha untuk menunggu respon dari Bupati Banyumas dengan terus melakukan orasi dibarengi dengan yel-yel malam itu.

Unjuk rasa berlangsung dengan tertib hingga pukul 21.00 WIB. Tidak ada satupun masa yang beranjak dari lokasi aksi kendatipun malam itu diguyur hujan.

Kemudian, ungkap Rudal, Polisi memperingati masa agar aksi hanya dibatasi sampai pukul 22.00 WIB. Peringatan tersebut terdengar dari pengeras suara.  “Tiba pukul 22.00 wib masa yang tengah duduk tiba-tiba digeruduk puluhan Polisi dan Satpol PP yang keluar dari lingkungan Kantor DPRD Banyumas. Saat itu akhirnya suasana pun ricuh dan tenda-tenda juga dibongkar,” papar Rudal.

Pada saat kericuhan itu, sambungnya, wartawan stasiun televisi wilayah Banyumas mencoba untuk meliput. Sayangnya, wartawan dengan nama Darbe Tyas itu kemudian mendapatkan pukulan. Padahal Darbe sudah memberi tahu bahwa dia adalah wartawan. Tapi teriakannya tidak digubris, dan tetap menerima kekerasan dari aparat.

Selain Darbe, korban lainnya yakni Ikra Fitra (wartawan kampus Pro Justicia Fakultas Hukum Unsoed). Bila Darbe dilarikan ke Rumah Sakit Wijayakusuma Purwokerto akibat kekerasan tersebut, Ikra diduga dipukul dan diseret, lalu diangkut menggunakan mobil Dalmas, dan ditahan bersama 26 aktivis Aliansi Selamatkan Slamet di Mapolres Banyumas.

Atas peristiwa tersebut, tambah Rudal, pihaknya mendesak Kapolres Banyumas dan Bupati untuk mengusut kasus kekerasan itu. Saat ini juga dia mengaku tengah berada di Polres Banyumas untuk tindakan lebih lanjut. (rep)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry