JAKARTA | duta.co – Gempa bumi terjadi di sejumlah wilayah Indonesia. Gempa yang bertubi-tubi dalam waktu dua hari Selasa dan Rabu 5 Desember 2018 ini dinilai sebagai warning dari Tuhan akan rusaknya keseimbangan alam. Karena itu pemimpin di negeri harus segera melakukan introspeksi. Bila tidak, pasti akan terjadi bencana yang lebih besar lagi seperti yang terjadi di Sulawesi Tengah dan Lombok NTB.
Gempa bumi dengan magnitudo (M) 5,0 mengguncang Kabupaten Nias Barat, Sumatera Utara. Gempa ini tidak berpotensi tsunami. Berdasarkan situs Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Rabu (5/12/2018), gempa terjadi pada pukul 05.30 WIB.
Lokasi gempa berada pada koordinat 0,19 lintang utara (LU) dan 96,96 bujur timur (BT). Posisi gempa berada 108 Km barat daya Nias Barat. Pusat gempa berada di laut dengan kedalaman 12 Km. Belum ada laporan lebih lanjut mengenai dampak gempa tersebut.
Kabupaten Mamasa di Sulawesi Barat diguncang gempa secara berturut-turut. Setidaknya ada 3 kali gempa yang mengguncang Mamasa dalam kurun 30 menit.
Situs Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Rabu (5/12/2018), juga mengabarkan gempa berkekuatan magnituto 3,2 terjadi pada pukul 00.31 WIB di kedalaman 10 km. Pusat gempa itu terjadi di darat pada 12 km timur laut Mamasa Sulawesi Barat. Koordinat pusat gempa berada pada 2,82 LS-119,39 BT.
Gempa berikutnya terjadi pada pukul 00.41 WIB. Kali ini gempa berkekuatan magnitudo 2,7 dengan kedalaman 14 km. Kemudian, gempa kembali terjadi pada pukul 01.01 WIB. Gempa ini berkekuatan magnitudo 4,1 dengan kedalaman 5 km. Pusat gempa berada di darat pada 22 km timur laut Mamasa. Tak ada peringatan potensi tsunami akibat 3 gempa ini. Belum diketahui apakah ada kerusakan dan korban akibat gempa ini.
Sebelumnya gempa bumi dengan magnitudo (M) 5,5 juga mengguncang Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro atau Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara (Sulut). Gempa ini tak berpotensi menimbulkan gelombang tsunami. “Tidak berpotensi tsunami,” tulis Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dalam situs resminya, Selasa (4/12/2018).
Gempa terjadi pada pukul 13.53 WIB. Lokasi gempa berada pada koordinat 2,46 lintang utara (LU) dan 126,77 bujur timur (BT). Posisi gempa berada 151 kilometer timur laut Siau Tagulandang Biaro. Gempa mempunyai kedalaman 10 kilometer.
Empat kali gempa bumi mengguncang dua kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (4/12/2018). Kepala Stasiun Geofisika Kampung Baru Kupang Robert Owen Wahyu mengatakan, dua kabupaten yang diguncang gempa yakni Sumba Barat Daya dan Lembata. Gempa bumi pertama, lanjut Robert, dengan magnitudo 3,6, berlangsung pada pukul 07:06 Wita.
“Lokasi gempa berada pada 9,56 derajat lintang selatan dan 118,36 derajat bujur timur,” ungkap Robert. Pusat gempa yakni 86 kilometer Barat Daya Kabupaten Sumba Barat Daya, dengan kedalaman 10 kilometer.
Selanjutnya kata Robert, gempa dengan magnitudo 3,5 terjadi pada pukul 10.47 Wita. Lokasi gempa pada 8,95 derajat lintang selatan dan 123.77 derajat bujur timur atau 61 kilometer Tenggara, Kabupaten Lembata, dengan kedalaman 23 kilometer. Gempa ketiga dengan magnitudo 2,9 terjadi pada pukul 14.31 Wita. Lokasi gempa berada pada 9,88 derajat lintang selatan dan 118.66 derajat bujur timur, atau berada di 65 kilometer Barat Daya, Kabupaten Sumba Barat Daya, dengan kedalaman 10 kilometer.
Kemudian gempa bumi keempat terjadi pada pukul 18.52 Wita, dengan magnitudo 3,5. Lokasi gempa berada di 9.39 derajat lintang selatan dan 119,23 derajat bujur timur. Pusat gempa yakni 19 kilometer Timur Laut, Kabupaten Sumba Barat Daya, dengan kedalaman 47 kilometer. “Hingga saat ini, kami belum menerima laporan adanya kerusakan bangunan akibat gempa,” pungkas Robert.
Pelajaran dari Gempa Palu
Ada pelajaran dari gempa Palu yang dirasakan warga. Misalnya Akbar, warga kampung Kabonena, Kota Palu, Sulawesi Tengah, yang kehilangan putranya akibat likuifaksi di perumahan Balaroa, meyakini bahwa gempa di Palu dan sekitarnya tidak terlepas dari “hukuman Tuhan” akibat ulah manusia.
“Katanya sih ada lempengan (bumi) yang melalui Palu. Tapi, menurut saya, salah-satu faktor utama adalah (praktik) mistis (yang digelar dalam Festival Nomoni di Kota Palu),” ungkapnya seperti dikutip BBC News Indonesia, Kamis (17/10).
Akbar tidak memungkiri bahwa bencana itu akibat pergeseran patahan Palu Koro, tetapi dia mengaku tidak dapat melepaskan dari keyakinannya dalam menafsir ajaran Islam terkait bencana itu.
Dia kemudian merujuk kepada acara yang digelar pemerintah Kota Palu di pinggir pantai tidak lama sebelum gempa mengguncang wilayah itu, yaitu Festival Nomoni, yang disebutnya ada praktik syirik – menyekutukan Tuhan – di dalamnya.
“Karena sudah beberapa kali diadakan (Festival) Palu Nomoni, selalu ada kejadian buruk yang menimpa warga,” ungkapnya.
Apa yang diutarakan Akbar juga diyakini oleh sebagian warga kota Palu, walaupun tak sedikit pula yang mempertanyakannya.  (det/kcm/bbc)
Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry