
SURABAYA | duta.co — Suasana Gedung DPRD Kota Surabaya memanas Senin 03 November 2025. Puluhan warga pemegang Surat Ijo bersama SCWI (Surabaya Corruption Watch Indonesia) mendatangi ruang Komisi B DPRD Kota Surabaya untuk menghadiri pertemuan yang sebelumnya dijanjikan Wakil Ketua Komisi B, Mochamad Machmud, SSos., MSi.
Namun situasi berubah panas saat para warga dan perwakilan Surabaya dari SCWI menunggu berjam-jam tanpa kejelasan. Wakil Ketua Komisi B yang dijanjikan hadir tidak muncul, meski sudah menyatakan kesediaan untuk berdialog membahas nasib ribuan warga pemegang Surat Ijo yang hingga kini belum mendapatkan kejelasan status tanah mereka.
Kekecewaan warga pun memuncak. “Kami datang dengan niat baik untuk mencari solusi, tapi yang kami dapat hanya janji kosong. Kalau begini terus, rakyat akan kehilangan kepercayaan pada wakilnya sendiri,” ujar Djoko, salah satu warga penerima Surat Ijo yang hadir dalam aksi tersebut.
Mereka merasa dikhianati. “Kami datang dengan itikad baik untuk menyampaikan keluhan, bukan untuk dibuat menunggu seperti ini,” ujar salah satu warga yang hadir, menggambarkan suasana kecewa yang meluas di ruang tunggu.
Setelah menunggu lebih dari dua jam tanpa kabar, massa akhirnya memasuki ruang Komisi B dan menduduki area tersebut sebagai bentuk kekecewaan atas sikap ingkar janji pihak dewan. Aksi itu berlangsung spontan namun tertib, di bawah pengawalan ketat aparat keamanan dalam gedung.
Ketua SCWI, Hari Cipto Wiyono, menegaskan bahwa kejadian ini bukan sekadar soal etika, tetapi persoalan moral pejabat publik. “Wakil rakyat seharusnya berani bertemu rakyat, bukan bersembunyi di balik agenda dan alasan. Kalau sudah berjanji, penuhi. Ini bukan masalah pribadi, ini tentang tanggung jawab jabatan,. Wakil rakyat tidak boleh jadi pengecut,” tegasnya.
Menurut perwakilan SCWI, kejadian ini mencerminkan lemahnya komitmen wakil rakyat terhadap penderitaan warga. SCWI menilai, ketidakhadiran wakil ketua komisi B merupakan bentuk pengabaian terhadap aspirasi masyarakat yang telah berjuang puluhan tahun untuk memperoleh hak atas tanah yang mereka tempati dan rawat secara turun-temurun.
Warga menilai tindakan DPRD memperlihatkan lemahnya empati dewan terhadap penderitaan rakyat kecil. “Kami bukan minta uang, kami cuma minta kepastian. Tapi ternyata dewan pun tak punya waktu untuk rakyatnya sendiri,” ucap Klowor, tokoh warga dari Kecamatan Ngagel.
SCWI sendiri menyatakan siap mengawal proses ini hingga tuntas, bahkan membawa persoalan tersebut ke tingkat provinsi dan pusat bila perlu. Peristiwa ini menjadi cermin buram dari relasi antara rakyat dan lembaga legislatif di Surabaya. Di tengah janji reformasi birokrasi dan transparansi publik, masih saja ada wakil rakyat yang abai terhadap janji dan aspirasi konstituennya sendiri. “Akhirnya datang Arif Fathoni, Wakil Ketua DPRD Surabaya. Tetapi tetap saja tidak menyelesaikan masalah,” pungkas salah seorang warga. (lif)





































