KH Luthfi Bashori atau Gus Luthfi. (FT/IST)

SURABAYA |duta.co – Geger masalah nasab semakin jauh dari adab. Media sosial seakan menjadi ajang pertempuran ‘terbuka’ pro-kontra dalam menghakimi nasab seseorang. Kalimatnya begitu kasar. Ini mengesankan pertikaian antara Rabithoh Alawiyah (para habaib) dengan dzurriyah Walisongo tak kunjung berhenti.

“Terus terang, maraknya pengingkaran terhadap nasab yang akhir-akhir ini terjadi, membuat kita umat Islam merasa miris dan sangat prihatin yang mendalam,” demikian KH Luthfi Bashori (Gus Luthfi) kepada duta.co Jumat (17/5/24).

Padahal, menurut putra almaghfurlah KH Bashori Alwi — salah satu pendiri Banom NU, Jam’iyyatul Qurra’ wal Huffadz — ini, mengingkari nasab, meski itu remeh, rendah, kelas bawah maka kafirlah dia. “Barangsiapa mengingkari nasab, sekalipun (nasab yang diingkari itu) remeh/rendah/kelas bawah, maka kafirlah ia kepada Allah. HR. Athabarani,” demikian Gus Luthfi mengutip sebuah hadits.

Ia kemudian menyuguhkan contoh konkret. Ada beberapa oknum, jumlahnya pun tidak sedikit dari kalangan dzurriyah Walisongo, yang sengaja mengingkari keaslian nasab Sadah Ba’alawi, sekalipun sudah ditunjukkan bukti-bukti kitab secara ilmiah. Ini sungguh memprihatinkan.

Pun, sebaliknya. Ada pula oknum dari kalangan Sadah Ba’alawi yang jumlahnya tidak sedikit, sengaja mengingkari keabsahan silsilah dzurriyah Walisongo, tentunya yang berasal dari jalur laki-laki, sekali pun sudah dibuktikan dengan buku-buku manuskrip yang disimpan oleh beberapa keluarga Dzurriyah Walisongo, tentunya manuskrip-manuskrip itu sesuai dengan versi dan keyakinan keluarga masing-masing. Pengingkaran ini juga memprihatinkan.

“Peristiwa penafian dan pengingkaran seperti inilah yang seringkali dapat memicu keributan di tengah masyarakat. Hingga terjadi pro kontra antarkedua belah pihak mau pun antarpendukung dan pecinta masing-masing golongan yang tak dapat terhindarkan,” katanya.

Padahal, jelas Gus Luthfi, setiap kelompok itu berhak untuk menentukan marganya masing-masing sesuai dengan kepemilikan data silsilah nasabnya masing-masing, tanpa harus bersinggungan dengan pihak lain, dan tanpa harus ada pengakuan dari pihak mana pun, selain keberadaan data dan  kemasyhuran info dari keluarga masing-masing.

Jadi? “Seharus setiap kelompok itu dapat menghormati apa yang menjadi pedoman dan keyakinan marga lainnya, terutama jika sudah ada pengakuan dari orang-orang shaleh nan jujur dari trah kelompok masing-masing, ini demi terjalinnya ukhuwaah Islamiyah yang kepentingannya jauh lebih besar, demi kebersamaan sesama umat Islam,” sarannya.

Hukum mengingkari nasab itu dilarang dalam syariat, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW di atas, bahkan sanksinya sangat berat, yaitu dianggap atau dinilai kafir kepada Allah oleh Rasulullah SAW sendiri.

Ada pun jika penilaian itu ditinjau dari perilaku yang dawir-dawir (ugal-ugalan dan tidak beradab), maka sesuai realita yang terjadi di tengah masyarakat, baik itu dari klan Ba’alawi maupun dari klan Dzurriyah Walisongo — pasti ada oknum dawir-dawir yang sangat meresahkan masyarakat, hingga merusak marwah, citra dan kehormatan keluarganya masing-masing – ini tidak bisa dianggap mewakili nasab.

“Contohnya ada oknum nakal dari kedua belah pihak yang pro terhadap politik kotor, atau ikut aliran sesat, atau suka memeras masyarakat dengan berbagai trik, atau menampakkan diri sebagai seorang wali (wali-walian) demi mendapat penghormatan berlebih dari umat, padahal aqidah dan akhlaqnya sangat bertentangan dengan ajaran Syariat Islam, dan bentuk pelanggaran lain. Ini harus kita tentang,” tegasnya.

Di mana pun, lanjutnya, ada segolongan kelompok dari marga-marga di dunia ini, di samping adanya orang-orang baik yang dapat mengharumkan nama marganya masing-masing, tentu ada pula oknum-oknum yang dapat menjatuhkan kehormatan marga tersebut. “Ingat sifat baik dan marwah kehormatan seseorang itu tidak didapatkan dari silsilah nasab, tetapi dapat diraih dari pendidikan dan keteladanan yang baik,” katanya.

Bagaimana umat menghadapi perang ‘terbuka’ ini? “Tentunya orang-orang alim, orang-orang shalih dan para pejuang Islam, harus berani memerangi oknum-oknum yang menjadi perusak marwah, aqidah dan syariat dari kelompok mana pun asalnya. Dengan begitu, semoga umat Islam Indonesia pada khususnya, mendapat ampunan dari Allah dan dapat bersatu kembali, dengan saling memupuk kasih sayang, tanpa ada permusuhan,” pungkasnya. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry