SURABAYA | duta.co – Dulu, begitu KH Ma’ruf Amin dipilih menjadi Cawapres Jokowi — menggantikan Mahfud MD yang sudah meluncur dengan baju putih —  seorang kiai dalam sebuah pertemuan kiai-kiai NU di sebuah pesantren salaf di Jombang, Jawa Timur, nyeletuk, menyebut nama Ahok.

“Saya mendapat informasi, Ahok kemungkinan akan menggantikan Kiai Ma’ruf nanti,” demikian seorang kiai asal Surabaya ini.

Tidak ada yang menggubris kalimat tersebut. Apalagi saat itu, Ahok masih dalam penjara. Tetapi, hari ini, Minggu (10/2/2019) dunia politik mulai geger, tentang kemungkinan Ahok menggantikan Kiai Ma’ruf jika berhalangan tetap.

“Ini sudah lama diprediksi kiai. Saya teringat sambutan kiai di Jombang. Dalam politik apa yang tidak mungkin,” demikian disampaikan H Agus Solachul A’am, Ketua Barisan Kiai dan Santri Nahdliyin (BKSN) kepada duta.co Minggu, (10/2/2019).

Menurut Gus A’am Wahib (panggilan akrabnya), para kiai, walau bukan politisi, ternyata memiliki ‘daya cium’ politik yang tajam. Mereka bukan hanya penglihatan lahir, tetapi juga batinnya berjalan.

Pertama, cara rekrutmennya sudah tidak benar, tidak ada musyawarah di tubuh NU. Kedua, mengorbankan Pak Mahfud MD yang sudah ukur baju segala. Ketiga, mengapa harus memilih beliau yang, secara usia lebih pas menjaga MUI, menjadi Rais Aam PBNU. Operasi politik macam apa ini? Jangan-jangan beliau hanya menjadi ganjal politik? Ini sudah dipikirkan para kiai,” tegas putra KH Wahib Wahab, Menteri Agama RI ke-8 ini.

Jadi, tambah Gus A’am Wahib, kalau hari ini Ahok sudah menjadi kader PDI-P, maka, memori lama itu bangkit kembali. “Dalam permainan politik, apa pun bisa terjadi. Tidak ada yang sulit. Ini menjadi catatan serius warga NU khususnya, umat Islam umumnya,” tegas cucu pendiri NU (KH wahab Chasbullah) ini.

Kiai Ma’ruf Sudah Menyesal Jadi Saksi Ahok

Ketua DPP Partai Gerindra Habiburokhman juga mengingatkan ketika Ahok masih mendekam di balik jeruji, muncul spekulasi mantan gubernur DKI Jakarta itu akan merapat ke PDI Perjuangan. Kenyataannya, sekarang itu terjadi.

“Kita bicara kemungkinan-kemungkinan ya,” ujar Habiburokhman kepada rmol, (Minggu, 10/2).

Mengapa Ahok berpeluang menggantikan Maruf? Pertama, kata dia, kedekatan dengan Presiden Jokowi. “Dulu kan mereka duet di pemerintahan DKI,” ulasnya.

Kedua, jika yang dipersoalkan koalisi di kubu Jokowi. Habiburokham mengingatkan, parpol-parpol pengusung duet Ahok dan Djarot Saiful Hidayat di Pilkada Jakarta 2017 lalu, masih yang sama dengan koalisi Jokowi-Maruf. Kemudian saat Ahok menghadapi kasus penistaan agama, mereka solid beri dukungan.

“Jadi chemistry-nya sudah ketemu, saya pikir tidak banyak penolakan di internal mereka karena kan sama-sama,” jelasnya.

Dalam konteks Pilpres pun menurut dia, tidak akan menemui kendala berarti selama di antara parpol koalisi sepakat mengusung Ahok, maka, tak perlu ada fit and proper test atau pembahasan di DPR.

“Bisa langsung ditentukan kalau misal sudah ada situasi kiai Maruf digantikan,” demikian Habiburokhman menekankan. Apalagi, Kiai Ma’ruf sendiri sudah mengatakan bahwa saat menjadi saksi Ahok, itu karena terpaksa, dan menyesal.

Politisi PDIP, Eva Kusuma Sundari menanggapi rumor tersebut semata untuk menggembosi Tim Kampanye Nasional Jokowi-Maruf.  “Tidak ada ceritanya di UU, yang orang bisa menggantikan seseorang, itu seolah menjadi urusan personal kan ada koalisi,” ujar Eva saat dihubungi RMOL, (Minggu, 10/2).

Eva memberi contoh pergantian wakil gubernur DKI Jakarta paska ditinggal Sandiaga Uno hampir tujuh bulan, di mana antara Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Gerindra sebagai pengusung belum menemui titik temu.

“Ganti wagub saja berantem loh di antara koalisi. Ahok itu siapa, partainya PDIP, masa nanti orang-orang PPP, koalisi ngomong masa PDIP sama PDIP,” ucapnya.

“Lihat saja kasus di DKI, tidak kelar-kelar,” cetus Eva yang juga anggota DPR.

Sekali lagi Eva menekankan, menggantikan seorang presiden dan wakil presiden tidak sesederhana karena secara konstitusi memiliki prosedur sangat rumit dan yang harus dilalui. “Lagian Pak Maruf tidak bisa diganti sewaktu-waktu,” imbuhnya.

Masalahnya: Dalam dunia politik, apa yang tidak mungkin. Semua serba mungkin jika mayoriotas sudah menghendaki. Bukankah begitu? Wallahu’alam. (mky,rmol)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry