Keterangan gambar harakatuna.com

Terlepas dari kelompok pro dan kontra. Ternyata polemik tentang nasab , membuat banyak orang kehilangan nalar. Ini bisa karena saking marahnya, sehingga dalil qoth’i yang mengajak ke arah ‘damai’ pun, menjadi tertutup rapat. Ini harus menjadi perhatian kita bersama.

Oleh Mukhlas Syarkun

PENGALAMAN berbincang santai soal isu (polemik nasab) dengan teman (dosen) tersebut, setiap kali berpendapat selalu berbasis kepada teori, sebagaimana layaknya seorang akademisi, tentu sifatnya terbuka, toleran dan membuka ruang alternatif.

Hal yang demikian itu memang menjadi tradisi cara berpikir pada umumnya di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU), sehingga kita sering menemukan hasil Bahtsul Masail itu diakhiri dengan Qoulani dua pendapat, yang sesungguhnya membuka ruang perbedaan yang membuat seseorang itu bersikap toleran.

Hal ini karena Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari mengarahkan agar mengikuti empat mazhab. Ini mengajarkan kepada orang NU agar tidak terpaku dalam satu pendapat saja, tetapi memberi ruang kepada pendapat yang lain, sehingga bisa bersikap lebih moderat dan toleran.

Kembali ke teman yang kami maksud di atas, tidak hanya sebagai dosen hermeneutik, tetapi juga seorang kader NU yang militan, tentu akan dapat menyerap pesan di balik ajaran empat mazhab dengan baik dan komprehensif.

Tetapi sungguh mengejutkan, yang seharusnya membuat ia lebih terbuka dan memberi ruang terjadinya perdebatan hangat, namun kenyataannya berubah menjadi orang yang seakan akan sedang kesurupan (roh gentayangan khawarij), maka runtuhlah teori-teori yang selama ini menjadi basis pemikiran, dan mendadak menjadi sosok yang main mutlak -mutlakan.

Ketika ditawarkan solusi damai,  ditolak mentah padahal damai itu dalil Qoth’i yang baik. Hal ini mengingatkan pada pemikiran khawarij yang menolak damai karena merasa dalilnya qoth’i maka secara otomatis muncul pertanyaan, jika seorang akademisi juga kader NU yang mengajarkan keterbukaan berpikir kini berubah jadi khawarij, lalu bagaimana dengan yang lain !!!

Oleh karena itu, jika selama ini penelitian deradikalisasi obyek penelitian adalah kaum radikal (teroris), maka kali ini  penelitian radikal obyeknya adalah kelompok yang terpapar kebencian nasab polemik nasab (yang pro maupun kontra).  Bukankah Demikian.. ?

Mukhlas Syarkun

Jakarta, 13/5/2024

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry