Risma (kiri) dan Khofifah dalam sebuat kesempatan. (FT/IST)

SURABAYA | duta.co  — Sekretaris PPKN (Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah) Achmad Yani Albanis mengomentari gaya ‘politik panik’ Walikota Surabaya Tri Rismaharini. Begitu jagonya tumbang, Risma langsung terbang ke Jakarta, lapor ke Megawati, Ketua Umum DPP PDI-P.  Ia menuding kecurangan masif yang bikin jagonya keok.

“Saya khawatir itu hanya mimpi. Begitu bangun tidur, langsung ke Jakarta, lapor ada kecurangan masif. Padahal, faktanya justru mereka yang disemprit Bawaslu. Ketua DPRD Kota Surabaya Armuji (PDI-P), dinyatakan terbukti melanggar aturan kampanye karena menggunakan fasilitas rumah dinasnya  untuk kampanye bersama Puti. Lucu bukan?” kata Yani panggilan  akrabnya kepada duta.co Sabtu (30/6/2018).

Masih menurut Yani, Risma kelihatan ingin cuci tangan. Tidak mau disalahkan karena merasa orang hebat. Padahal, apa yang dilakukan, itu justru mendown-grade jagonya sendiri. “Politik Risma terlalu kasar. Meski tidak secara langsung, ia menyebut Khofifah-Emil keminter, ini bahaya dan direkam publik. Arek Suroboyo paham dia pernah minta tolong ke Bu Khofifah. Kalau sekarang dia menuding orang lain curang, itu sama saja menepuk air di dulang, kena muka sendiri,” tegas Yani.

Kota Surabaya memang selama ini dielus-elus sebagai lumbung banteng, alias daerah kejayaan untuk Gus-Ipul-Puti. Tetapi, faktanya, arek Suroboyo lebih memilih Khofifah-Emil. Walhasil, banteng pun dibuat ‘ndlosor’. Risma yang sudah koar-koar, akhirnya jadi kelabakan. “Saya rasa dia telat mikir. Ketika Surabaya disasar Cawagub Emil Dardak, ‘getaran’ kalah itu sudah terasa. Istilah pengamat, pamor Risma sudah redup tertutup pesona Emil. Istilah Cak Lotong, mikir! Mikir! Nyatanya telat mikir,” tegas Yani sambil tertawa. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry