Sebanyak 12 Koperasi Kelurahan Merah Putih (KKMP) di Kota Surabaya mengambil langkah strategis dengan membangun sistem distribusi pangan berbasis konsinyasi melalui kerja sama dengan PT Jatim Grha Utama (JGU). (dok/duta.co)

SURABAYA | duta.co – Sebanyak 12 Koperasi Kelurahan Merah Putih (KKMP) di Kota Surabaya mengambil langkah strategis dengan membangun sistem distribusi pangan berbasis konsinyasi melalui kerja sama dengan PT Jatim Grha Utama (JGU). Inisiatif ini menjadi model distribusi pangan alternatif yang lebih adaptif dan berkelanjutan di tengah tantangan pengelolaan koperasi serta dinamika pasar pangan nasional.

Kerja sama tersebut difokuskan pada distribusi sembako, diawali dari komoditas beras non subsidi dengan standar mutu terkontrol. Skema konsinyasi dipilih sebagai mekanisme utama untuk memberikan ruang gerak bagi koperasi agar dapat berjalan tanpa terbebani kebutuhan modal besar di tahap awal, sekaligus membangun ritme distribusi dan kepercayaan pasar.

Direktur Utama PT Jatim Grha Utama, Mirza Muttaqin, menyampaikan bahwa kolaborasi ini dirancang dengan pendekatan bertahap dan kehati-hatian.

“Kami tidak melihat koperasi sebagai mitra transaksi jangka pendek, tetapi sebagai bagian dari sistem distribusi pangan daerah. Skema konsinyasi ini memberi ruang bagi koperasi untuk beradaptasi, belajar mengelola pasar, dan tumbuh secara berkelanjutan,” ujar Mirza.

Ia menambahkan bahwa di tengah fluktuasi harga pangan dan keterbatasan skema subsidi, diperlukan model distribusi yang lebih fleksibel.

“Koperasi tidak kami tempatkan untuk melawan program negara seperti SPHP, tetapi untuk mengisi ruang distribusi non-subsidi yang tetap dibutuhkan masyarakat,” tambahnya.

Business Analyst KKMP Kota Surabaya, Dr. Meithiana Indrasari, menegaskan bahwa kerja sama ini merupakan bagian dari proses membangun sistem bisnis koperasi, bukan sekadar aktivitas jual-beli.

“Salah satu tugas Business Analyst bukan hanya membaca angka, tetapi membuka jalan kolaborasi dan membangun sistem di tengah tantangan pengurus koperasi yang luar biasa. Tidak semua harus sempurna di awal, yang penting koperasi mulai berjalan dan saling percaya,” jelas Meithiana.

Menurutnya, selama proses pendampingan dilakukan diskusi mendalam terkait ketersediaan beras, keterjangkauan harga, penguatan petani lokal, manajemen risiko, serta kesiapan koperasi menghadapi dinamika pasar. Skema konsinyasi dipandang sebagai solusi realistis agar koperasi tetap memperoleh margin usaha yang wajar tanpa mengabaikan misi pelayanan kepada masyarakat.

Pandangan serupa disampaikan Budi, Ketua KKMP Tegalsari, yang menilai sistem konsinyasi sebagai jawaban atas realitas lapangan yang dihadapi koperasi.

“Kalau kita menunggu pinjaman modal, kapan turunnya? Sementara koperasi harus tetap bergerak. Dengan sistem konsinyasi ini, kita lakukan apa yang bisa kita lakukan sekarang, sambil membangun kepercayaan dan pasar,” ujar Budi.

Pernyataan tersebut mencerminkan kondisi riil banyak koperasi kelurahan yang dituntut untuk tetap beroperasi meski akses permodalan belum sepenuhnya tersedia. Skema konsinyasi dinilai memberi ruang bagi koperasi untuk tetap hidup, belajar mengelola usaha, dan bertumbuh secara bertahap.

Ke depan, kerja sama antara koperasi kelurahan dan JGU akan dikembangkan secara bertahap sesuai kesiapan pasar, regulasi, dan kapasitas koperasi. Pendekatan berbasis data kebutuhan riil masyarakat akan menjadi dasar dalam penentuan volume dan pola distribusi.

Melalui inisiatif ini, koperasi kelurahan di Surabaya menegaskan perannya sebagai aktor aktif dalam sistem distribusi pangan daerah, bukan hanya menunggu kebijakan dan modal, tetapi berani membangun solusi melalui kolaborasi dan sistem yang berkelanjutan. (imm)

Bagaimana reaksi anda?
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry