Keterangan gambar tirto.id

“Salah satu gagasan Kiai Hasyim Muzadi yang patut dilanjutkan adalah menjadikan konsep Aswaja ini sebagai salah satu solusi konflik internal di antara negara-negara Arab.”

Oleh M Misbahus Salam*

MENARIK! Membaca hasil Webinar Komisi Program Muktamar ke-34 NU bertajuk “Proyeksi Kemandirian  NU Menuju Abad ke-2”, sungguh menarik.

Ada dua angle yang bisa kita baca. Pertama, bagaimana NU mandiri secara ekonomi. Kedua, bagaimana mewujudkan peran penting NU dalam menciptakan perdamaian dunia.

Yang pertama, tentu, butuh stabilitas politik. Dan itu bukan politik praktis yang bersifat jatuh bangun, menang atau kalah. Karenanya, NU harus konsisten berada pada jalur politik kebangsaaan.

Meminjam dawuh almaghfurlah KH Hasyim Muzadi, kalau pengurus NU terjebak politik praktis, maka, akan jatuh wibawa organisasi.

Yang kedua, sulit terwujud kalau NU tidak memiliki kemandirian. Termasuk mandiri dalam sektor ekonomi. Memasuki abad ke-2, NU harus sukses mengoptimalkan seluruh sumber daya yang ada.

Adalah tepat, kalau kemudian Ketua Umum Ikatan Sarjana NU (ISNU), Dr Ali Masykur Musa mengusung dua angle itu sebagai bahan musyawarah muktamirin di Muktamar ke-34 NU.

Substansi Ajaran Islam

Setidaknya, saya mencatat  9 point terkait gagasan KH Hasyim Muzadi.  Pertama, masih ingat kita, bahwa, Syeikh Romadhon al Buthi ulama besar Aswaja beraqidah Asy’ariyah dan bermadzhab syafi’i – ketika beliau masih hidup — selalu menjadi rujukan ulama Indonesia, termasuk Kiai Hasyim Muzadi Ketua Umum PBNU 1999-2010, Kiai Maimun Zubair (Sarang), Kiai Badri Masduki, pengasuh Pesantren Badridduja Probolinggo, serta kiai-kiai nusantara lainnya.

Kedua, sekitar tahun 1998 saya sendiri menyaksikan ketiga kiai tersebut sangat intens berkunjung ke Syria untuk silaturahmi dengan para ulama di negeri Syam, termasuk Syeikh Buthi ini. Bahkan para Gus, putera-putera mereka juga dikirim untuk menuntut ilmu di Damascus.

Ketiga, para kiai nusantara kemudian melanjutkan tradisi  membangun jaringan dengan para ulama di Syria. Inilah salah satu cara untuk menghidupkan ketersambungan sanad ilmu para ulama nusantara dengan ulama-ulama di Timur Tengah yang bergenre sama, yaitu aqidah ahlus sunnah waljamaah.

Keempat, saya mulai faham kenapa Kiai Hasyim Muzadi saat menjadi Ketua PBNU sering wara-wiri ke negara Arab menemuai para ulama di sana, salah satu di antara alasanya adalah menyambungkan garis keilmuan dan garis perjuangan ulama aswaja, baik di Indonesia mau pun dunia.

Kelima, penguatan jaringan ulama aswaja sangat diperlukan karena gempuran ideologi kanan dan kiri, gempuran dari salafi wahabi, gempuran harokah islamiyah dan islam transnasional pasca reformasi di tanah air, ini semakin menguat dan berpotensi mengancam kehidupan yang damai dan harmoni di bumi nusantara.

Keenam, trend pemikian ulama aswaja yang moderat dan toleran tidak ekstrim atau radikal serta tidak kolot. Ini mampu mengkontekstualisasi teks klasik dengan gagasan-gagasan modern termasuk menerima konsep negara bangsa (nation state).

Di sini ulama Aswaja mampu memasukkan substansi ajaran islam dalam falsafah dan ideologi bangsa. Tentu, dengan menafsir ulang konsep-konsep kenegaraan, perundang-undangan dan lainnya agar sesuai dengan konteks zaman.

Ketujuh, gerakan Islam Nusantara yang dipopulerkan oleh NU periode saat ini,  seharusnya jangan dimaknai sebagai konsep untuk memperkenalkan kehidupan Islam di nusantara kepada dunia luar saja, akan tetapi juga dimaksudkan untuk memperkuat ikatan para ulama aswaja lintas Negara. Ini untuk membumikan konsep moderasi islam sehingga dapat bersinergi dengan tatanan geopolitik dan geostrategi internasional dalam mewujudkan tatanan dunia yang damai.

Kedelapan, salah satu gagasan Kiai Hasyim Muzadi yang patut dilanjutkan adalah menjadikan konsep Aswaja ini sebagai salah satu solusi konflik internal di antara negara-negara Arab. Konsep Aswaja harus bisa membantu mengurangi ketegangan politik di kawasan Timur Tengah yang dipicu oleh persaingan antara Saudi Arabia dan Iran. Dipicu konflik Sunni-Syiah serta konflik Israel-Palestina.

Kesembilan, mampukan ulama Aswaja lintas negara mewujudkan ini? Di mana peran Aswaja Indonesia sangat diperlukan untuk mendobrak kebuntuan tersebut. Politik luar negeri kita yang sudah menjadikan islam moderat sebagai tools dalam diplomasi internasional sejak 2001, jika disinergikan dengan gagasan Aswaja nusantara, maka, akan menjadi kekuatan bagi Indonesia untuk menciptakan perdamaian di berbagai kawasan konflik. Di mana saja. Waallahu’alam. (*)

KH M Misbahus Salam, MPd.I adalah pengasuh Yayasan Pesantren Raudlah Darus Salam Sukorejo, Bangsalsari, Jember.  

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry