
JOMBANG | Duta.co – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Kabupaten Jombang mendesak Bupati untuk mengkaji ulang penerapan kebijakan full day school atau sistem lima hari belajar. Kebijakan ini dinilai tidak berjalan efektif dan justru meminggirkan lembaga pendidikan keagamaan seperti Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) dan Madrasah Diniyah (Madin).
Desakan tersebut mengemuka dalam forum Public Hearing yang digelar Fraksi PKB bersama sejumlah guru dan penyelenggara lembaga pendidikan di Jombang. Dari forum itu, muncul keprihatinan mendalam atas dampak sosial dan spiritual kebijakan full day school terhadap anak-anak usia sekolah dasar dan menengah.
“Banyak sekolah, baik negeri maupun swasta, belum memiliki infrastruktur yang memadai untuk mendukung sistem belajar seharian penuh. Mulai dari toilet, tempat istirahat, hingga sarana ibadah masih jauh dari layak,” ujar Ketua Fraksi PKB, M. Zubaidi, Senin (13/10).
Menurut Zubaidi, pelaksanaan jam belajar hingga pukul 14.00 atau 15.00 WIB membuat banyak siswa kehilangan kesempatan belajar agama di luar sekolah formal. Akibatnya, lembaga seperti TPQ dan Madin — yang selama ini menjadi ruang pembentukan karakter dan moral anak — mulai kehilangan peserta didik.
“Hari Sabtu dan Minggu yang seharusnya bisa digunakan untuk kegiatan positif, justru banyak anak menghabiskannya untuk hal-hal yang kurang bermanfaat,” tambahnya.
Lebih jauh, politikus senior PKB ini juga menyoroti lemahnya proses perumusan kebijakan full day school di daerah. Ia menilai kebijakan tersebut diterapkan tanpa kajian akademik yang matang serta minim pelibatan publik.
“Saya tidak tahu dasar kajiannya seperti apa. Yang kami sayangkan, kebijakan ini diambil tanpa public hearing yang menyeluruh, tidak melibatkan seluruh stakeholder pendidikan, bahkan dengan DPRD pun tidak pernah ada pembahasan mendalam,” tegasnya.
Fraksi PKB menilai, dunia pendidikan di Jombang seharusnya memperhatikan keseimbangan antara pendidikan umum dan pendidikan keagamaan. Spirit membangun generasi berkarakter, kata Zubaidi, tidak cukup dengan memperpanjang jam belajar, melainkan dengan memastikan anak-anak tetap terhubung dengan akar nilai religiusnya.
“Jombang dikenal sebagai Kota Santri. Maka kebijakan pendidikan harus berpihak pada kebutuhan anak-anak daerah, bukan sekadar meniru kebijakan pusat tanpa menyesuaikan realitas lapangan,” pungkasnya. Sembari menjelaskan jika hasil kajian kami sudah lengkap, pasti akan dilakukan pemanggilan terhadap Diknas. (din)