Tampak Menag Menjelaskan panjang lebar isu dirinya mendukung LGBT yang telah digoreng pihak-pihak tertentu, (FT/KEMENAG)

JAKARTA | duta.co – Isu Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mendukung LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender), ternyata masih menggelinding. 18 ulama Madura yang tergabung dalam Aliansi Ulama Madura (AUMA), Forum Kiai Muda, Nahdlatul Ulama, BASSRA, dan FPI bersilaturahim ke Kemenag.

Para ulama dari Pulau Garam tersebut diterima Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di Operational Room, Gedung Kemenag Lapangan Banteng Jakarta, Rabu (10/01/2018).

Ke-18 Ulama tersebut antara lain: KH Ali Karrar Shinhaji (Auma) Pamekasan, KH Ahmad Muhammad Tijani (MUI) Sumenep, KH Fadloli M Rumam (Auma) Pamekasan, KH Nurun Tajalla (Auma) Sampang, KH Syafiuddin Hasibin (Auma) Pamekasan, KH Abd Ghoffar (NU) Pamekasan, KH Mahrus Abd Malik (Bassra) Sampang, KH Ja’far Shodiq (NU) Sampang, KH Jaiz Badri (Autada) Probolinggo.

Hadir juga KH Lutfi Bashori (NU) Malang, KH Imam Ramli (NU) Jember, KH Imam Mawardi (Majlis Muwasholah) Sampang, KH Umar Hamdan (Forum Kiai Muda) Pamekasan, KH Fauzi Rosul (Bassra) Sumenep dan KH Jurjis Muzammil (Auma) Sumenep dan KH Ma’shum Tirmidzi, bersilaturahim ke Kemenag dalam rangka Tabayyun (mencari kejelasan) tentang dua hal yakni LGBT dan Buku PAI yang diajarkan di sekolah.

“Kami, dari Madura mohon pencerahan Pak Menteri mengenai LGBT dan Buku Ajar agama Islam. Tentang LGBT banyak asumsi dalam masyarakat. Takutnya salah tafsir dan terjadi misskomunikasi. Kami mendapat banyak pertanyaan langsung dari masyarakat. Dan biar kami bisa menjawab dengan benar, maka kami bersilaturahim ke sini,” terang perwakilan Ulama.

Sementara mengenai Buku Pelajaran PAI, hendaknya buku tersebut bisa dikontrol secara maksimal. “Ada baiknya, sebelum Buku tersebut diedarkan, Kementerian Agama, telah melakukan pentashihan dan edit secara maksimal. Jangan sampai terjadi kesalahan mendasar. Banyak kesalahan. Salah satu contoh adalah buku di SD, ada pelajaran Nabi yang wajib dipercaya. Di sana, Nabi Muhammad berada diurutan ke-13 bukan 25 seperti yang kita maklumi bersama. Nabi Isa as malah berada diurutan ke-25” imbuh perwakilan AUMA.

Sebelum menjawab dua hal di atas, Menag yang dalam kesempatan tersebut didampingi Kabiro Humas, Data, dan Informasi Mastuki, Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan dan Kesiswaan Madrasah Umar, Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an (LPMQ) Muchlis Muhammad Hanafi dan Sesmen Khoirul Huda, mengaturkan banyak terima kasih.

“Terima kasih tiada terhingga dan bersyukur atas kerawuhan-nya. Hadir jauh-jauh dari Madura untuk melakukan tabayyun. Kaitannya dengan LGBT. Semua agama tidak ada yang mentolelir LGBT. Yang menjadi perdebatan adalah apa penyebab LGBT. Dan hingga saat ini tidak ada jawaban tunggal. Ada yang bilang homo adalah masalah medis, ada yang mengatakan faktor genetik, ada yang meyakini ini kesalahan pergaulan, bahkan ada yang menilai itu karena kutukan.” terang Menag.

“Ijinkan saya bercerita. Pada 26 Agustus 2016, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengadakan sebuah kegiatan. Di situ, saya diminta menjadi pembicara terkait agama dan pers. Saat itu ternyata AJI juga memberi penghargaan baik secara individu maupun komunitas yang mereka nilai memperjuangkan kemerdekaan media pers, utamanya bagi kalangan marginal,” kisahnya.

“Salah satu yang mendapat penghargaan itu adalah komunitas LGBT yang dinilai memperjuangkan kehidupan komunitasnya. Saya saat itu tidak mengetahui akan ada penghargaan seperti itu. Dalam situasi seperti itu, saya tidak bisa meninggalkan tempat secara cepat. Mengenai sikap. Sikap saya tegas perilaku LGBT tidak bisa ditolerir,” cerita Menag.

“Saya, kita semua menolak perilaku LGBT. Tetapi manusianya, kita rangkul, kita ayomi. Ketika mereka menyimpang, saat mereka tersesat, sudah menjadi kewajiban kita untuk mengembalikan mereka ke jalan yang benar. Karena dakwah, menurut pemahaman saya, berarti mengajak, bukan hanya kepada orang Islam. Tapi justru mengajak orang yang di luar jalan lurus untuk kembali ke jalan Allah,” jelasnya.

“Sekali lagi, yang kita perangi adalah tindakannya, bukan manusianya. Dan mungkin karena banyak hal, apa yang saya sampaikan ini dipolitisir, dipelintir, digoreng atau apa yang akhirnya disalahpahami. LGBT apa pun alasannya tidak bisa dibenarkan. Dan menurut saya, mereka harus dibimbing dan diarahkan. Ini adalah salah satu fungsi dakwah” imbuh Menag.

Tentang isu terkait dengan isi buku-buku agama, Menag mengatakan, buku-buku tersebut berada di bawah naungan Kemendikbud.

“Buku-buku yang diajarkan dan digunakan di sekolah SD, itu dibawah kendali Puskurbuk (Pusat Kurikulum Buku) yang berada di bawah Kemendikbud. Jadi Kemenag tidak mempunyai kewenangan apa pun untuk melakukan tashih. Untuk hal ini, kita telah berjuang agar buku yang berkaitan dengan materi agama berada di bawah kewenangan Kemenag,” terang Menag.

“Alhamdulillah, sejak April 2017 lahir UU Perbukuan, dimana ada aturan, buku yang berisi tentang hal ikhwal agama dan keagamaan, sebelum terbit, harus melalui verifikasi Kemenag. Intinya, sebentar lagi, akan lahir aturan bahwa setiap lembaga pendidikan yang menggunakan buku ajar menyangkut materi agama, harus ditashih terlebih dahulu oleh Kemenag,” sambungnya.

Seteleh mendengar jawaban Menag, para Ulama Madura tersebut berterima kasih dan tidak melakukan perdebatan. Sementara, Menag berharap para ulama berkenan memberi masukan kepada umara.

“Tabayyun seperti ini, menambah semangat kami untuk berbenah lebih baik. Bahwa kami tidak sendiri. Semoga Allah SWT meridhai segala amal dan niat baik kita. Semoga para Ulama mendapat kesehatan untuk mampu dampingi umat untuk kemaslahatan bersama,” doa Menag yang kemudian meminta perwakilan ulama menutup Silaturahim ini dengan doa. (kmng)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry