Ketua FORDEK-AIPKI, Prof Budi Santoso, SpOG (K), DUTA/ist

Harus Dipersiapkan Kurikulum agar Menghasilkan Lulusan Berkualitas

SURABAYA | duta.co – Forum Dekan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (FORDEK-AIPKI) meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI untuk menunda pelaksanaan program pendidikan dokter spesialis hospital based (Pendidikan Collegium Based).

Penundaan itu agar persiapan bisa lebih matang dan juga menghasilkan lulusan yang sama dengan lulusan university based.

Hal tersebut diungkapkan Ketua FORDEK-AIPKI, Prof Budi Santoso, SpOG (K), di sela pembukaan Dies Natalis ke69 Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair), Selasa (12/9/2023).

Dikatakan Prof Bus, panggilan akrab Prof Budi Santoso, setelah disahkannya Undang – Undang (UU) Kesehatan, Kemenkes mengingikan pelaksanaan program pendidikan dokter spesialis (PPDS) Collegium Based dilaksanakan mulai Februari 2024 mendatang.

“Namun kami mengusulkan agar ditunda dulu. Karena UU itu butuh aturan di bawahnya, misalnya Peraturan Pemerintah yang mengatur dan sebagainya. Mari kita duduk bersama untuk membahas hal itu. Karena kalau Februari tahun depan terlalu mepet,” kata Prof Bus.

Prof Bus menegaskan pada prinsipnya apa yang tertuang dalam UU Kesehatan itu perlu didukung. Namun bukan berarti harus tergesa-gesa. Karena kualitas lulusannya nantinya harus sama demi memberikan layanan terbaik untuk masyarakat.

Prof Bus bersama sejawat sudah menghadap Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin beberapa waktu lalu. Dan Rabu (13/9/2023) kembali akan bertemu Menkes untuk menindaklanjuti masalah tersebut.

Karena forum dekan itu mengusulkan pelaksanaan PPDS ini haruslah sama. Menggunakan kurikulum yang sama, satu kolegium, satu badan akreditasi dan sertifikasi serta hal-hal lainnya. “Sehingga ketika sistemnya beda, jalurnya beda tapi hasilnya akan tetap sama,” tukasnya.

Prof Bus mengakui PPDS yang selama ini dijalankan atau university based, hampir 95 persen digelar di rumah sakit. Tapi yang menjalankan tetap universitas.

Dengan adanya UU Kesehatan, maka rumah sakit pendidikan utama boleh menggelar PPDS itu. Namun tetap mengajukan izin terlebih dulu ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Nantinya dokter umum yang hendak menempuh PPDS diberikan pilihan-pilihan. Bagi yang university based harus membayar sesuai ketentuan yang berlaku dan lulusan juga berhak untuk bekerja di lokasi di manapun sesuai keinginan.

Namun bagi yang mengikuti PPDS hospital based, biaya pendidikannya akan gratis, namun setelah lulus harus mengabdi ke daerah-daerah yang belum memiliki dokter spesialis.

“Tapi nanti rumah sakit pendidikan utama yang menggelar PPDS tetap harus bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran yang sudah lama berdiri,” tegasnya.

Nantinya akan ada enam spesialis yang dibuka untuk PPDS di hospital based yakni ortopedi, penyakit anak, neurologi, jantung, paru dan obgin. Namun sementara obgin masih belum siap karena harus mempersiapkan kurikulumnya. ril/end

Bagaimana Reaksi Anda?
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry