Muhadjir Effendy, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud). (FT/suaramuhammadiyah)

JAKARTA | duta.co — Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy enggan menanggapi berbagai penolakan atas kebijakan lima hari sekolah (LHS). Ia lebih memilih fokus ke peraturan presiden (perpres) tentang penguatan pendidikan karakter (PPK) keluar.

“Mari kita berdoa perpresnya segera turun,” kata dia di Kantor Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Senin (14/8/2017) malam.

Muhadjir mengatakan, Kemendikbud lebih fokus menekankan pada hal-hal substantif. Ia berujar selama ini telah berkali-kali menekankan adanya masalahan dengan beban kerja guru. Sehingga, Kemendikbud mengalihkan beban kerja guru serupa dengan ASN, yakni 40 jam dalam sepekan.

“Kita ada problem masalah guru, salah satunya beban kerja, makanya kita alihkan beban seperti ASN,” ujar Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu.

Mendikbud menegaskan, guru yang hanya datang dan pergi tidak mungkin memberikan pendidikan karakter pada peserta didik. Pun juga tak ada guru di sekolah yang mengajar sesuai prinsip Ki Hadjar Dewantara, yakni ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani.

Artinya, kata Muhadjir, guru memberi contoh di depan, di tengah membangun kerja sama dan di belakangan memberi dorongan bagi sisiwa.

“Artinya kan guru selalu berada bersama siswa. Itu hal yang fundamental,” kata Muhadjir.

Menurut Muhadjir, pemerintah tidak melarang pengaturan ihwal bagaimana menerjemahkan 40 jam sepekan. Sehingga, kebijakan LHS bersifat pilihan. Namun, ia menegaskan, beban kerja guru tetap merujuk pada ASN. Hal itu sesuai Pasal 3 Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 68 Tahun 1995.

“Agak spesifik yang di bawah Kemendikbud. Kalau di bawah kementerian lain terserah, kalau mau enam hari silahkan,” ungkapnya. rol

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry