Ajakan Khilafah tetap menyebar di masyarakat luas. Aparat penegak hukum (Polda) diminta tegas, kalau tidak ingin GP Ansor dan Banser turun jalan. Tampak anggota Banser dalam sebuah acara. (DUTA.CO/IST)

PONTIANAK | duta.co — Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Kalimantan Barat menggelar Focus Group Discussion (FGD) yang bertajuk ‘Pendalaman Terkait Penyusunan Policy Brief Pemberdayaan Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Radikalisme’. Acara yang digelar Rabu (8/11/2018) itu menarik perhatian mahasiswa.

Selain lembaga mahasiswa, FGD juga dihadiri akademisi, awak media. Koordinator bidang penelitian FKPT Kalbar, Ismail Ruslan menuturkan FGD tersebut dilakukan untuk meminta masukan dari para peserta terkait hasil penelitian local wisdom terhadap komunitas masyarakat Kebahan Kabupaten Melawi.

“FGD ini adalah tindaklanjut dari hasil penelitian kami tentang local wisdom komunitas Kebahan. Karena menurut Badan Nasional Pencegahan Terorisme salah satu cara menangkal paham radikalisme dan terorisme adalah kearifan lokal,” tegasnya.

Sementara itu anggota tim peneliti, Yusriadi mengatakan walaupun isu-isu soal radikalisme dan terorisme di Kalbar akhir-akhir ini menurun, namun potensinya masih ada, mengingat Kalbar terletak di perlintasan Indonesia-Malaysia.

Lebih lanjut, Yusriadi menuturkan dipilihnya komunitas Kebahan sebagai objek penelitian karena walaupun masyarakat Kebahan cenderung terbuka dengan dunia luar, namun tak terpengaruh paham radikalisme dan Terorisme.

“Masyarakat Kebahan bukan komunitas yang tertutup, mereka sangat terbuka. Banyak orang Kebahan yang menikah dengan para transmigran. Mereka juga banyak yang sekolah ke Pontianak. Bahkan Gafatar pernah bercokol di sana, tapi  anggotanya semuanya adalah orang luar, tidak ada orang Kebahan yang jadi anggota Gafatar,” tegasnya.

Yusliadi mengatakan masyarakat Kebahan bisa selamat dari paham radikal karena memegang kuat kearifan lokal. “Mereka punya tradisi yang unik seperti Berentang (kumpul kumpul untuk makan bersama), Bejopai (gotong royong), dan Ngawa’ ( makan buah bersama dari hasil kebun warisan leluhur). Tradisi inilah yang  menjadi media kontrol sosial bagi masyarakat jika ada anggota masyarakat dianggap menyimpang,” tambahnya. (rls)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry