
Di Bawah Pembinaan Fakultas Kedokteran Unair
SURABAYA | duta.co – Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan. Teknologi (Kemendiktisaintek) dan Kementerian Kesehatan terus berupaya untuk memenuhi kebutuhan dokter spesialis di Indonesia.
Salah satu langkahnya dengan program percepatan pemenuhan dokter spesialis/subspesialis. Karena itu kedua kementerian itu menunjuk delapan FK dari kampus negeri untuk menjadi pembina atau pendamping. Yakni Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Indonesia (UI), Universitas Padjadjaran (Unpad), Universitas Diponegoro (Undip), Universitas Gajahmada (UGM), Universitas Airlangga (Unair), Universitas Brawijaya (UB) dan Universitas Hasanuddin (Unhas).
Selain itu ada tujuh FK sebagai mitra untuk prodi subspesialis yakni Universitas Syeh Kuala di bawah USU, Universitas Sriwijaya di bawah UI, Universitas Andalas di bawah Unpad, Universitas Lambung Mangkurat di bawah Undip, Universitas Negeri Sebelas Maret di bawah UGM, Universitas Udayana di bawah Unair dan Universitas Sam Ratulangi di bawah Unhas.
Selanjutnya untuk program percepatan dokter spesialis, kedua kementerian menunjuk 33 FK baik negeri atau swasta. Satu di antaranya adalah FK Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa). Unusa untuk program ini berada di bawah binaan atau pendampingan FK Unair.
Dekan FK Unusa, Dr dr Handayani, MKes mengatakan program percepatan ini memang dibahas saat acara musyawarah nasional Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) pada 27-29 Juni 2024 di Kota Padang.
“Saat itulah dibahas dan disosialisasikan tentang program percepatan tersebut. Unusa sendiri berada di bawah bimbingan FK Unair,” kata Handayani, Selasa (1/7/2025).
Bagi FK Unusa, untuk pembukaan program studi (prodi) pendidikan dokter spesialis (PPDS) itu sudah menjadi rencana lama. Namun FK Unusa sementara sanggup untuk membuka dua prodi yakni Spesialis Paru dan Obgin (obstetri dan ginekologi). Namun kedua kementerian itu meminta masing-masing FK yang ditunjuk untuk ikut program percepatan dokter spesialis ini bisa membuka lima prodi.
“Tidak mudah membuka prodi spesialis. Kami harus punya sumber daya manusia (SDM) handal dan mencukupi,” kata Handayani.
Dalam membuka prodi spesialis, minimal harus memiliki lima konsultan atau minimal tiga konsultan dan dua yang bergelar Doktor yang mumpuni. Sehingga untuk bisa memenuhi itu tidaklah mudah. “Memang harus bisa bekerjasama dengan FK lain, dengan kolegium dan sebagainya,” kata Handayani.
Meminta Bantuan Yarsis
Dikatakan Handayani, untuk bisa membuka prodi spesialis, FK Unusa tidak bisa berjalan sendiri. FK tidak bisa berbuat banyak tanpa adanya kesiapan dari rumah sakit yang nantinya akan menjadi tempat belajar bagi para mahasiswa.
Karena itu, sebagai lembaga pendidikan yang berada di bawah Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya (Yarsis), maka Handayani mengaku akan meminta bantuan untuk bisa dipertemukan dengan dua rumah sakit besar yang juga berada di bawah naungan Yarsis. Bahkan menjadi rumah sakit pendidikan bagi FK Unusa. Yakni RSI Surabaya Ahmad Yani dan RSI Surabaya Jemursari.
“Kesiapan rumah sakit itu sangat penting untuk menyukseskan program ini. Antara lembaga pendidikan dan rumah sakit harus sama-sama punya komitmen tinggi,” tuturnya.
Untuk pembukaan prodi itu, Handayani menegaskan kementerian tidak memberikan batas waktu. Semua tergantung kesiapan masing-masing lembaga. “Unusa sendiri untuk yang Spesialis Paru dan Obgin, kemungkinan besar izinnya keluar pada tahun ini. Untuk tiga prodi lainnya masih kita pikirkan karena memang tidak mudah,” tuturnya.
Handayani berharap prodi spesialis di Unusa bisa segera dibuka. Karena prodi spesialis ini banyak dibutuhkan. Banyak dokter lulusan Unusa yang ingin meneruskan ke program spesialis yang terkendala karena persaingan yang begitu ketat.
“Sangat besar peminat namun persaingan sangat ketat. Jika Unusa sudah buka prodi spesialis maka secara otomatis program S1 pendidikan dokter dan profesi dokter bisa ikut terangkat,” tuturnya. lis