PASURUAN | duta.co – Sarasehan Tani Nasional dengan tema “Membangun Sinergi , Menguatkan Petani” di Desa Jatiarjo, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan ditutup dengan festival Nggoreng dan Ngudek Kopi, Minggu (30/7) siang. Festival ini menjadi pamungkas dari sarasehan yang diselenggarakan komunitas Averroes bekerjasama dengan Sampoerna Untuk Indonesia, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pasuruan, dan beberapa mitra strategis lain sejak Jumat (28/7) lalu.
Acara ini diikuti sekitar 500 peserta dari latar belakang pekerjaan dan profesi yang berbeda. Ada petani, mahasiswa, blogger, aktivis pertanian, dan lainnya. Festival nggoreng dan ngudek kopi ini menjadi daya tarik sendiri dalam acara sarasehan itu. Meski masih banyak kegiatan lainnya yang juga tak kalah menarik dalam acara sarasehan ini.
Selain festival kopi, ada juga acara sarasehan tani atau semacam diskusi dengan tema seputar pertanian. Ada juga kelas inovasi yang menghadirkan petani-petani masa kini yang sukses di bidangnya masing-masing. Festival ini menjadi magnet bagi para peserta sarasehan tani atau sebagian pengunjung yang datang ke acara itu.
Para peserta ini, bisa melihat langsung bagaimana cara memilih biji kopi, cara menggoreng kopi dengan baik dan benar, cara menumbuk kopi hingga halus, dan menyajikannya hingga menjadi kopi siap seduh. Sebelum festival ini dimulai, ada acara peresmian Desa Wisata Kampung Kopi Jatiarjo. Jadi, Pemkab Pasuruan meresmikan Jatiarjo sebagai Desa Wisata Kampung Kopi.
Peresmian ini dihadiri oleh Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Pasuruan, Ichwan, Camat Prigen, Mujiono, dan Kepala Desa, Sareh Rudianto. Peresmian sendiri ditandai dengan minum kopi bersama. Semua yang hadir dalam acara ini menikmati kopi khas Jatiarjo. Selanjutnya, festival nggoreng dan ngudek kopi ini dimulai.
Puluhan ibu-ibu asal Jatiarjo, mempraktikkannya. Secara cekatan , mereka memilih dan memilah biji kopi. Biji kopi yang baik dimasukkan ke dalam penggorengan yang sudah disiapkan di atas tungku. Menggoreng kopi, diupayakan menghindari menggunakan api yang besar, karena, mereka menggoreng kopi menggunakan tungku api dengan memanfaatkan kayu yang dibakar. Uniknya, nggoreng dan ngaduk kopi ini dilakukan dengan cara kuno.
Sekitar 30 menit, tangan ibu-ibu Desa Jatiarjo ini mengaduk kopi. Mereka membolak-balikkan kopi hingga warnanya berubah menjadi hitam kecoklatan. Setelah itu, mereka memindahkan kopinya ke lumpang, atau semacam alat yang digunakan untuk menumbuk kopi. Tanpa memerlukan tenaga ekstra, ibu-ibu mulai menumbuk kopi di lumpang hingga halus.
Selanjutnya, kopi sudah siap seduh. Kopi disajikan dengan air panas. Kopi Jatiarjo ini dikenal sebagai kopi yang memiliki rasa tidak kecut. Untuk manis, tergantung selera penikmat kopinya.
Salah satu perwakilan ibu-ibu, Warniti (35) mengaku sudah 15 tahun mengaduk kopi. Ia menyebut, cara tradisional dipercaya bisa mempertahankan cita rasa kopi khas.
Bagi dia, meski sudah banyak alat penumbuk kopi yang lebih modern, tapi cara kuno tetap dipertahankan, dan menjadi budaya di Jatiarjo.
“Rasanya ini berbeda kalau ditumbuk, aroma kopinya lebih nikmat. Jika menggunakan mesin modern, saya yakin ada rasa dan aroma kopi yang hilang dalam proses itu. Beda jika menggunakan cara kuno atau tradisional seperti ini, “terangnya.
Kepala Desa Jatiarjo, Sareh Rudianto mengatakan, diresmikan sebagai Desa Wisata Kampung Kopi Jatiarjo ini merupakan sebuah anugerah. Pihaknya berjanji akan melakukan pengembangan desa, agar Jatiarjo makin dikenal, termasuk untuk wisata kopinya. Pihaknya akan menawarkan beberapa konsep kampung kopi kepada para calon pengunjung di Desa Jatiarjo.
“Yang kami tawarkan itu, lebih kepada edukasi dalam pembuatan kopi. Artinya, kami akan menawarkan paket liburan ke pengunjung mulai dari cara menggoreng, menumbuk, hingga menyajikan kopi. Itu yang akan kami berikan ke pengunjung, ” jelas Sareh Rudianto.
Sareh menjelaskan, pihaknya juga akan berkomitmen untuk memajukan desa wisata ini. Ia berjanji akan selalu berinovasi, agar kampung kopi ini menambah sekaligus melengkapi potensi wisata di Kabupaten Pasuruan. Selain itu, pihaknya juga akan melakukan pembinaan dan pelatihan ke masyarakat Desa Jatiarjo agar usaha di bidang kopi ini semakin maju.
“Inti dari desa wisata ini adalah menampung semua masyarakat agar bisa mendapatkan penghasilan, meski dari kopi. Ini merupakan sebuah wadah yang harus dimanfaatkan secara maksimal. Saya juga berharap kampung kopi ini bisa berdampak pada Pendapatan Asli Desa, “imbuhnya.
Bupati Pasuruan, M Irsyad Yusuf mengaku bangga atas digelarnya Sarasehan Tani Nasional oleh Komunitas Averroes yang dilangsungkan di Desa Jatiarjo, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan. Selain itu Bupati juga mengulas dua hal pokok terkait sumber daya pertanian yang dapat menjadi bahan referensi dalam sarasehan.
Menurutnya, kebanggaan dilatari adanya semangat kegotongroyongan bagaimana melihat dan mendayagunakan petani dan pertanian melibatkan semua pihak mulai kelompok tani hingga mahasiswa. Selain kegiatan dalam skala nasional ini digelar di Desa Jatiarjo dikatakan telah memberikan penghargaan terhadap masyarakat Pasuruan secara luas.
“Saya merasa bangga berada di tengah-tengah acara sarasehan ini, karena semua terlibat, ”ujar Irsyad.
Gus Irsyad, panggilan akrabnya, kemudian melanjutkan jika Desa Jatiarjo merupakan satu dari 24 Desa yang ditetapkan dalam bagian upaya pengembangan Desa Maslahat selama ini. Menurutnya, ada dua hal mendasar terkait pertanian yang harus dikelola dengan baik, yakni adanya alam dan manusia.
Dijelaskan, bagaimana potensi alam yang melimpah sebuah tempat dapat benar-benar dimanfaatkan hingga benar-benar menjadi sumber penghidupan yang terus menerus dapat dirasakan oleh semuanya.
“Seperti Desa Jatiarjo, potensi alamnya berupa air dan tanah (lahan) luar biasa. Nah, tinggal bagaimana semua mendapatkan manfaat tersebut, ”paparnya.
Pemerintah daerah saat ini disebut tetap mendorong kemampuan masyarakat dengan melibatkan seluruh kekuatan atau komponen sosial yang ada. Hal ini diantaranya dengan upaya pelibatan pihak swasta bersinergi dengan kekuatan potensi di masyarakat.
“Pemerintah tentunya, akan mendorong semua potensi. Sekarang tergantung masyarakatnya. pemuda tokoh masyarakat. Tak lupa ini kepala desanya, ”beber dia.
Sementara itu, sebelumnya Arif Triastika, manager Regional Relation and CSR Central Jakarta PT HM Sampoerna, mengapresiasi kegiatan sarasehan yang dinilai nyata-nyata telah berusaha untuk mencari ruang solusi dan ide-ide kreatif dalam pengembangan dunia pertanian.
“Terima kasih karena kami dapat diajak dalam mencari potensi, inovasi-inovasi baru untuk perkembangan dunia pertanian, ”ujar Arif.
Direktur Averroes, Sutomo mengatakan terima kasihnya, bahwa gagasan gelaran sarasehan tani ini telah diterima secara luas oleh masyarakat. Ia pun sedikit menyinggung tentang keprihatinannya saat ini, pada kelompok muda sekarang yang sudah tidak lagi memilih pertanian sebagai usaha pokok, karena lebih memilih usaha atau pekerjaan lain.
“Selain kian sempitnya lahan, salah satunya ternyata pemuda sekarang sudah tidak peduli dengan pertanian. Ini salah satu dasar pemikiran kami dalam sarasehan ini. Dan kami haturkan terima kasih kepada semua pihak, Pak Bupati, pihak desa, terutama masyarakat Jatiarjo, ”tandas Sutomo. (dul)