[Foto] Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak saat penyampaian tanggapan Gubernur, atas Raperda tentang Pelindungan dan Pemberdayaan Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.

SURABAYA | duta.co – DPRD Provinsi Jawa Timur bersama Wakil Gubernur menggelar rapat paripurna, untuk mendengarkan tanggapan gubernur terhadap Raperda tentang Pelindungan dan Pemberdayaan Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.

Dalam penyampaiannya, Emil Elestianto Dardak mewakili Gubernur Khofifah Indar Parawansa, menyebut bahwa Jawa Timur memiliki kontribusi besar dalam pemenuhan kebutuhan nasional sektor perikanan budidaya dan garam.

Namun, pelaku usaha di sektor ini masih menghadapi berbagai permasalahan. Mulai dari keterbatasan sarana prasarana, rendahnya mutu produk dan kesehatan ikan, minimnya kapasitas SDM, hingga teknologi produksi garam yang masih tertinggal.

“Mayoritas petani tambak garam masih berasal dari masyarakat berpenghasilan rendah dengan akses pendanaan yang terbatas. Selain itu, mereka rentan pada perubahan iklim, fluktuasi harga, konflik pemanfaatan pesisir, hingga ketidakpastian status lahan,” jelasnya dihadapan seluruh anggota dewan, pada Senin (17/11/2025).

Ia menambahkan, kualitas garam lokal juga belum memenuhi standar industri, sementara kelembagaan kelompok usaha belum berjalan optimal karena rendahnya pemahaman pembudidaya terhadap pentingnya organisasi kelompok.

Emil menegaskan, penyusunan Raperda ini diharapkan mampu memberikan solusi konkret dan berkelanjutan atas berbagai permasalahan tersebut. Raperda juga harus mempertegas pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.

Sebagaimana yang telah diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 2004, UU Nomor 7 Tahun 2016, serta UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, termasuk selaras dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

“Pengaturan yang disusun harus memastikan bahwa kewenangan yang tercantum dalam Raperda ini benar-benar menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi Jawa Timur,” tegasnya.

Di sisi lain, pembentukan regulasi ini harus didukung langkah nyata dan sinergis dari seluruh pemangku kepentingan, dengan mengedepankan partisipasi masyarakat, khususnya pembudidaya ikan, petambak garam, akademisi, hingga praktisi perikanan.

Selanjutnya, Emil menyampaikan sejumlah catatan sebagai bahan pertimbangan dalam pembahasan Raperda. Pertama, diperlukan kejelasan definisi mengenai pembudidaya ikan pada Bab Ketentuan Umum agar selaras dengan judul Raperda yang menyasar dua kelompok sasaran, yakni pembudidaya ikan dan petambak garam.

Kedua, terkait pendanaan program perlindungan dan pemberdayaan, perlu dirumuskan secara jelas dengan melihat kemampuan keuangan daerah. Ketiga, Emil menyarankan agar pengaturan mengenai rincian kewenangan Pemprov tidak dimuat terlalu detail dalam pasal-pasal Raperda bila tidak berkorelasi langsung dengan kebijakan yang diatur.

Catatan keempat, penggunaan istilah “strategi” agar disesuaikan dengan UU Nomor 7 Tahun 2016 yang mengatur strategi perlindungan dan pemberdayaan secara spesifik sesuai kewenangan pemerintah provinsi.

Kelima, perlu pengaturan mengenai kriteria penggarap lahan budidaya yang berhak mendapat perlindungan dan pemberdayaan, karena dalam draf Raperda baru mengatur kriteria pembudidaya ikan kecil dan pemilik lahan.

“Hal ini penting untuk memastikan seluruh pihak yang terlibat dalam usaha budidaya dan tambak garam memperoleh hak perlindungan serta dukungan pemberdayaan yang proporsional,” tutupnya. (rud)

Bagaimana reaksi anda?
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry