
SURABAYA | duta.co – Kelakuan Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben Gvir, secara terbuka memimpin ibadah doa Yahudi di kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem sangat provokatif. Ini benar-benar gila, apalagi ia membawa ribuan pemukim zionis, menyerbu Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur di bawah perlindungan polisi
Tindakan biadab. “Kami menyerukan dunia Arab dan dunia Islam untuk segera bertindak karena pelanggaran terang-terangan ini tidak akan terjadi seberani itu tanpa adanya kelemahan dan kelalaian dari dunia Arab dan Islam,” tegas KH Anwar Iskandar dalam rilisnya kepada duta.co, Rabu (6/8/25).
Menurut Kiai War, panggilan akrabnya, kelakuan Ben Gvir, itu sebuah pelanggaran terhadap kesepakatan status quo yang mengatur akses dan kegiatan di tempat-tempat suci di Yerusalem, terutama di kompleks Masjid Al-Aqsa.

“Penyerbuan Komplek Masjid Al-Aqsa itu merupakan “deklarasi perang”, provokasi yang disengaja, serta penghinaan bagi seluruh umat Muslim. Sesuai dengan Perjanjian 1967, umat Muslim memiliki kendali eksklusif terhadap Komplek Masjidil Aqsa dan hanya umat Muslim yang dibolehkan beribadah di dalamnya. Non-muslim, termasuk Yahudi, dilarang beribadah di dalamnya,” terangnya.
MUI perlu mengingatkan, bahwa, tindakan kriminal ini mengancam perdamaian dunia. Tujuan Israel adalah memaksakan kendali penuh pada Masjidil Aqsa, seperti yang telah dilakukan pada Masjid Ibrahim di Hebron. “Hal ini sepenuhnya merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional,” tegas rilis MUI yang juga diteken Sekjend H Amirsyah Tambunan.
Karena itu, MUI juga mendesak komunitas internasional untuk segera campur tangan mengambil langkah konkret dalam melindungi rakyat Palestina dan situs-situs sucinya, khususnya dalam hal ini Komplek Masjidil Aqsa.
“Menyerukan umat Islam untuk aksi dan edukasi terkait masalah ini. Salah satunya melalui khotbah Jumat tanggal 8 Agustus 2025 agar membahas keutamaan Masjidil Aqsa sebagai tanah suci ketiga umat Muslim dan mewaspadai serangan penyerbuan kembali para pemukim ilegal Zionis pada 23 September hingga 14 Oktober 2025, yang diprediksi sebagai salah satu fase paling berbahaya dalam sejarah agresi terhadap Al-Aqsa,” urainya.
Dunia Islam memang tidak boleh diam. Di saat Gaza terus dihancurkan, digenosida dan terakhir dibuat kelaparan, Zionis Israel juga melakukan tindakan melanggar hukum internasional di wilayah pendudukan lainnya.
Seperti kita tahu, Minggu 3 Agustus 2025, lebih dari 3.000 pemukim ilegal Zionis bersama dengan Menteri Keamanan Nasional Penjajah Israel, Itamar Ben-Gvir, menyerbu Komplek Masjidil Aqsa di Baitul Maqdis (Yerusalem), Tepi Barat, Palestina. Di lokasi yang pernah menjadi kiblat pertama Muslim itu, para pemukim ilegal juga melakukan sejumlah tindakan provokasi dengan perlindungan tentara penjajah Israel.
Dengan demikian sudah lebih dari 53.000 pemukim Israel dilaporkan telah menyerbu kompleks Al-Aqsa sepanjang tahun 2024. Pada tahun 2025, dalam tiga bulan pertama saja, sekitar 13.000 orang pemukim ilegal telah masuk ke area tersebut.
Jumlah tertinggi sejak akses bagi Yahudi mulai dibuka dua dekade lalu. Ini merupakan upaya sistematis Zionis Israel untuk mengubah status hukum dan keagamaan Kompleks Masjid Al-Aqsa tersebut, yang secara hukum internasional adalah milik umat Islam.
UNESCO berkali-kali menegaskan dalam resolusinya bahwa wilayah itu adalah milik Muslim bernama “Al-Aqsa Mosque, Masjid Al-Aqsa, dan Al-Haram al Sharif,” bukan Temple Mount.
UNESCO juga mengecam agresi Israel dan pelanggaran terhadap kebebasan ibadah di dalam Komplek Masjidil Aqsa. Umat Islam, terutama pria berusia 50 tahun ke bawah sering kali dilarang masuk dan beribadah di Masjidil Aqsa oleh Zionis.
Di samping itu, umat Kristen juga sering mengalami penghinaan dan pelarangan beribadah, salah satunya ketika pasukan Israel menutup Church of the Holy Sepulchre atau Gereja Makam Kudus selama 11 hari dan melarang umat Kristen untuk berdoa di sana. Sementara, Zionis Israel dengan pongah terus memprovokasi dan melakukan upaya sistematis untuk merusak status hukum dan historis Masjidil Aqsa dan banyak tempat lainnya di Palestina dalam rangka tujuan-tujuan imperialistiknya. (mky)