ELEKTABILITAS TURUN: Agus-Sylvi saat debat pertama Pilgub DKI Jakarta beberapa waktu lalu. (IST)
ELEKTABILITAS TURUN: Agus-Sylvi saat debat pertama Pilgub DKI Jakarta beberapa waktu lalu. (IST)

JAKARTA | Duta.co – Debat putaran pertama bagi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta pada 13 Januari 2017 mempengaruhi elektabilitas para kandidat. Ada yang elektabilitasnya naik, ada juga yang turun. Demikian hasil survei terbaru Populi Center yang diluncurkan Minggu (22/1).

Dalam surveinya, Populi Center mengungkapkan terjadi perubahan elektabilitas sangat mencolok dari masing-masing calon. Elektabilitas pasangan Agus-Sylvi, misalnya, terpotret anjlok berdasarkan hasil survei.

“Pada survei yang dilakukan Populi Center sebelum debat, elektabilitas pasangan nomor urut satu (Agus-Sylvi) 32,3 persen. Sedangkan usai debat hanya sebesar 25,0 persen. Jadi ada penurunan,” ujar kata peneliti dari Populi Center, Nona Evita, di kompleks Mandiri, Jakarta Barat.

Sementara, elektabilitas pasangan Ahok-Djarot justru naik signigikan. Dari elektabilitas sebelum debat kandidat 34,2 persen menjadi 36,7 persen usai debat. “Pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat menempati elektabilitas tertinggi dalam survei yang dilakukan Populi Center pascadebat,” jelas Nona Evita.

Demikian pula pasangan nomor urut 3 Anies-Sandiaga juga mengalami kenaikan elektabilitas usai debat. Sebelum debat hanya 25,0 persen, menjadi 28,5 persen usai debat. “Meski mengalami peningkatan elektabilitas, namun pasangan nomor urut tiga Anies-Sandi masih berada di peringkat dua, dan masih berada di bawah Ahok-Djarot,” ujarnya.

Survei dilakukan pasca debat perdana KPU DKI, yakni 14 Januari-19 Januari 2017 dengan melibatkan 600 responden di 6 wilayah DKI. Teknik survei yang digunakan yakni multistage random sampling dengan margin error 4% dan tingkat kepercayaan 95%.

Selain elektabilitas, debat kandidat juga mempengaruhi jumlah warga yang belum menentukan pilihan. “Yang menarik adalah angka undecided voters meningkat dari 8,5 persen pada Desember 2016 menjadi 9,8 persen pasca debat pertama,” ujarnya

Hal itu menunjukkan bahwa debat pertama memberikan sinyal positif karena membuat pemilih menjadi rasional dan cenderung wait and see terhadap performa ketiga pasangan yang ada di debat kedua dan ketiga nanti.

Pada survei yang sama, Populi Center juga menampilkan popularitas 6 tokoh Cagub-Cawagub DKI pasca debat. Hasilnya, Ahok unggul sebesar 98,8%. Namun angka tersebut turun jika dibandingkan pada Desember 2016 sebesar 99,7%.

Tingkat popularitas kedua ditempati Agus Yudhoyono dengan angka 97,8%. Sementara Anies Baswedan mendapat peningkatan prosentase popularitas 96%, dari sebelumnya 92,5% pada Desember 2016.

Disiapkan di Pilgub Jatim

Sebelumnya, pengamat politik yang juga guru besar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Hermawan Soelistyo mengatakan, tampilnya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam ajang kontestasi Pilgub DKI Jakarta sebenarnya hanyalah bantu loncatan untuk mengukur tingkat  keterimaan publik. Sebab sesungguhnya putra mahkota Cikeas ini telah dipersiapkan oleh Partai Demokrat menjadi calon gubernur Jawa Timur.

“Saya kira, Agus bukanlah lawan yang setara untuk Basuki (Ahok). Penampilannya sangat tidak menyakinkan. Sehingga sangat sulit dipilih oleh warga DKI Jakarta yang sangat rasional dalam memilih pemimpin,” ujar Kiki, sapaan akrab guru besar LIPI ini, di Jakarta, Jumat (18/11) lalu.

Kini mengaku mendapat informasi dari ‘think tank’-nya Partai Demokrat, perihal tampilnya putra SBY ini di Pilgub DKI Jakarta. Agus ternyata memang tidak disiapkan untuk pilgub DKI Jakarta. Namun keikutsertaan Agus dalam kontestasi Pilkada DKI sebagai ajang latihan untuk menuju calon gubernur Jawa Timur. “Saya dengar pembicaraan ‘think tank’-nya Partai Demokrat, Agus sebenarnya dipersiapkan menuju Jawa Timur 1,” tuturnya.

Pilgub DKI Jakarta menjadi etalase bagi Agus sehingga lebih mudah bertarung di Jatim ini. Bahkan perkiraan untuk menang memang lebih besar di Jawa Timur. “Jadi, kalau Agus maju di pilgub Jatim 2018 nanti, dia berpeluang menang. Ini sebenarnya tahapan Agus menuju calon presiden pada 2019 nanti. Saya perkirakan, SBY akan mengusung putranya itu menjadi kandidat capres,” tuturnya.

“Kalaupun Agus gagal menjadi presiden kelak, setidaknya dia punya modal/tiket untuk menjadi menteri,” ujarnya.

Menurut Kiki, mengharapkan Agus Yudhoyono menang di Pilgub DKI Jakarta sangat susah. Pasalnya, hasil kerja gubernur pejawat Ahok ini sudah mulai dirasakan oleh mayoritas warga Jakarta. Sehingga tatkala Pilkada DKI Jakarta ini ditarik-tarik ke isu sara, dampaknya tidak terlalu besar.  Karena warga DKI sudah sangat percaya dengan sosok Ahok. “Warga Jakarta sebenarnya tidak tertarik dengan figure-figur baru di pilgub DKI ini yang terlalu banyak memberi janji ke warga,” imbuhnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, upaya pesaing menjegal langkah Ahok menduduki kursi DKI Jakarta 1 tidak akan berhasil. Pasalnya, tipikal pemimpin masa depan DKI Jakarta ada pada sosok Ahok. “Namun syaratnya, gaya komunikasi dan bicara harus diperbaiki,” ujarnya.

Prabowo Sindir Polling

Namun, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengkritik hasil survei Pilgub DKI Jakarta yang inkonsisten. Pasalnya hasil survei yang dirilis selalu berbeda tergantung dari latar belakang lembaga survei tersebut.

“Polling-polling kan terserah siapa yang bayar. Itu polling-polling harus ada disclosure, mereka kontrak sama siapa, karena memang ini masalah loh,” kata Prabowo di kediamannya, Hambalang, Bojong Koneng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (22/1).

Dia mengaku bukan orang baru dalam kancah perpolitikan di Indonesia. Karier politiknya dimulai sejak tahun 2004 silam sehingga dia tahu betul bagaimana ‘permainan’ politik yang ada. “Itu polling-polling juga harus jujur. Polling itu tidak boleh membentuk suatu persepsi yang tidak benar. Rakyat sudah tidak bodoh. Polling-polling tergantung siapa yang kontrak,” ungkap Prabowo.

Prabowo menilai tak mempermasalahkan bila sebuah lembaga survei berafiliasi dengan salah satu pasangan calon. Namun dia menginginkan lembaga survei tersebut bisa terbuka dan jujur kepada publik. “Ini yang harus dibuka dong. Kalau yang kontrak pasangan X, kan jelas. Dia dibayar kok. Pasti dia akan bilang calon dia lebih tinggi,” jelas Prabowo.

Ketum partai berlambang burung garuda ini pun menganggap hasil polling suatu lembaga survei sebagai senjata politik. Yakni senjata politik yang hanya bisa digunakan oleh mereka yang memiliki banyak uang. “Saya anggap polling ini senjata politik dan dipakai oleh orang yang banyak duit. Jadi demokrasi Indonesia ini mau dibeli oleh orang yang banyak duit,” ungkap Prabowo. ful, net

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry