Oleh Mukhlas Syarkun*

HASIL Muktamar ke-6 PKB di Bali (duet KH Ma’ruif Amien-Muhaimin iskandar), bukan solusi damai. Ini justru mengindikasikan adanya pertentangan terhadap 02 (Prabowo-Gibran). Mengapa?

Pertama, duet Cak Imin dan Kiai Ma’ruf, ini bisa dibaca sebagai upaya konsolidasi dari Pilpres 2004, di mana Cak Imin adalah 01 dan Kiai Ma’ruf dilihat sebagai pihak yang mendukung 03. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ini adalah bagian awal konsolidasi 01 dan 03.

Kedua, ketidakhadiran Prabowo dan Jokowi di muktamar Bali adalah indikasi kuat bahwa 02 melihat hasil muktamar Bali bagian dari konsolidasi (01+03). Tentu 02 tidak memberi dukungan kepada upaya-upaya konsolidasi tersebut, karena akan mengeraskan perbedaan, sementara 02 ingin adanya rekonsiliasi.

Ketiga, seandainya hasil muktamar Bali menampilkan sosok seperti Khofifah dan atau Kiai Asep umpama, maka, ia memungkinkan akan dapat dukungan Prabowo maupun Jokowi. Tidak hanya itu, PBNU juga akan merasa lega dan tentu akan mendukung hasil muktamar tersebut. Karena akan menjadi titik temu dari berbagai elemen yang berseberangan.

Namun, nasi sudah menjadi bubur, justru hasil muktamar ini mengeraskan pertengkaran baik dengan kubu 02 maupun Kramat Raya (PBNU).

Dari tiga indikator ini, maka, Cak Imin akan menghadapi kendala-kendala yang amat berat di kemudian hari, mengingat hasil muktamar Bali memperlihatkan kelanjutan pertentangan pada Pilpres 2024. Belum lagi kalau mendengar pidato penutupannya yang begitu keras dan menggebu-gebu.

Mestinya muktamirin menampilkan sosok-sosok yang dapat menjadi perekat sebagai jalan untuk menuju rekonsiliasi nasional, baik terhadap 02 maupun terhadap Kramat Raya. Dari sini, maka, menjadi lebih jelas bahwa duet Kiai Ma’ruf-Cak Imin ini menuju ‘jalan terjal’ untuk mendapat pengesahan Kemenkum HAM.

*Mukhlas Syarkun adalah Ketua PKB Cabang Malaysia 1999.

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry