
SURABAYA | duta.co – Dualisme dalam organisasi anggar di Jawa Timur kini menjadi isu serius yang bukan hanya meresahkan, tetapi juga mengancam masa depan atlet dan prestasi cabang olahraga ini di tingkat nasional dan internasional.
Bagus Ari Tri Prakoso, Sekretaris Umum (Sekum) 1 Pengprov Anggar Jatim, bersama dengan Ketua Umum Ikatan Anggar Seluruh Indonesia (IKASI) Jawa Timur, Dr. Roy Siregar, menyampaikan keprihatinannya. Mereka berharap perpecahan ini segera berakhir agar atlet dapat fokus meraih prestasi tanpa beban.
Porprov, Pekan Olahraga Provinsi, merupakan ajang bergengsi yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi, namun konflik internal dalam kepengurusan anggar menghambat proses pembinaan atlet. Bagus Ari menegaskan bahwa dualisme ini tidak hanya merugikan organisasi, tetapi juga menghancurkan semangat atlet yang ingin berprestasi.
“Kami ini bagian dari organisasi yang berkomitmen untuk membina atlet. Harapannya, bisa turut serta di Porprov, karena ajang ini dikhususkan untuk atlet non-juara PON, SEA Games, dan Olimpiade. Ini kan program pemerintah, masa kita sebagai pengurus masih berkonflik? Kasihan atlet yang ingin berprestasi tapi justru terhalang oleh dualisme ini,” ujarnya pada Jumat malam (21/03).
Terkait masalah dualisme ini, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora) Jawa Timur, M. Hadi Wawan Guntoro, S.STP, M.Si, yang dihubungi melalui telepon dan WhatsApp, belum memberikan respon atau konfirmasi atas pertanyaan yang diajukan.
Bagus Ari juga menyampaikan upayanya untuk menyatukan semua elemen anggar di Jawa Timur. Salah satunya adalah melalui penyelenggaraan Open Babintum pada November 2024, yang diharapkan menjadi ajang untuk merangkul semua pihak dan memfokuskan perhatian pada pembinaan atlet.
“Saya sudah membuktikan dengan mengundang semua pihak di Open Babintum. Ada atlet yang akhirnya bisa kami kirim ke seleksi nasional untuk agenda PB di Asia Senior Bali pada Juni 2025. Jadi, mari kita kesampingkan ego masing-masing dan fokus pada pembinaan atlet,” tambah Bagus.

Cleosya, salah satu atlet anggar Jawa Timur, mengungkapkan dampak konflik dalam organisasi sangat dirasakannya. Ia merasa kariernya terhambat karena tidak ada kejelasan dan tidak dipanggil lagi untuk Puslatcab Kota Surabaya (Porprov IX).
“Jujur saya sangat terganggu. Saya ingin mencari prestasi, tapi dualisme ini justru menghambat. Terakhir saya bertanding di tingkat nasional dan sempat terjun ke internasional, tetapi sejak Desember 2023, saya tidak dipanggil lagi. Saya juga tidak tahu alasannya, tiba-tiba sudah ada pengganti di tim saya,” ujarnya dengan nada sedih.
Menurut Cleosya, banyak atlet berbakat yang tersingkir hanya karena tidak berada dalam kelompok tertentu. Bahkan, ia mendengar kabar bahwa atlet dari satu kubu dilarang berkomunikasi dengan atlet dari kubu lain.
“Harapannya sih lebih ke fasilitas dan pembinaan yang adil. Jangan sampai ada pengkotak-kotakan atlet, karena itu akan menghambat prestasi. Kami hanya ingin fokus pada latihan dan pertandingan tanpa ada kepentingan lain yang membebani,” tegas Cleosya.
Melihat situasi ini, Bagus Ari Prakoso menegaskan bahwa seluruh elemen anggar di Jawa Timur perlu bersatu dan fokus pada pembinaan atlet. “Kalau memang mengaku sebagai pengurus, ayo kita benar-benar mengurus. Jangan utamakan ego. Atlet seumur hidupnya berlatih, kalau begini terus, mereka bisa frustrasi dan bahkan berpindah ke cabang olahraga lain. Kita harus segera mencari solusi demi kemajuan anggar di Jatim,” ujarnya menutup pembicaraan.
Dengan sorotan terhadap dampak dualisme ini, diharapkan semua pihak dapat lebih peduli terhadap nasib atlet dan masa depan anggar di Jawa Timur. Mari bersama-sama mendukung mereka yang berjuang untuk mengharumkan nama daerah. (gal)