BAHAGIA : Relawan TRC, Tagana, TKSK dan PKH membantu selama proses pernikahan (duta.co/Nanang Priyo)

KEDIRI | duta.co -Sungguh berbeda kebahagiaan dirasakan pasangan mempelai ini, usai Rabu pagi melangsungkan pernikahan resmi di KUA Kecamatan Pesantren. Bukan karena mereka telah dua tahun hidup satu rumah dengan status kawin siri.

Namun, mereka adalah pasangan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) selama ini dalam pengawasan tim bentukan Dinas Sosial (Dinsos) Kota Kediri.

Disampaikan Kutut Triyono, Kepala Dinsos, pasangan mempelai Ngadiran dan Siti Mardiyah, awalnya mengalami gangguan jiwa hingga kemudian atas bantuan tim terdiri TRC, Tagana, TKSK dan PKH se-Kota Kediri, saling bahu melakukan pengawasan hingga akhirnya bisa melangsungkan pernikahan, meski berlangsung sederhana.

“Mereka sebenarnya telah hidup bersama cukup lama kemudian dikaruniai dua orang anak. Setelah dua tahun lalu menikah secara siri, atas bantuan tim relawan dan dipastikan telah sembuh setelah menjalani pengobatan di RSJ Lawang, akhirnya dinikahkan resmi di KUA Pesantren,” terang Kadinsos.

Memang cukup miris melihat pasangan mempelai ini, baik dari pihak keluarga Ngadiran maupun Siti Mardiyah, ternyata memiliki riwaya keturunan ODGJ. Bahkan, dua anak hasil perkawinan mereka, Sintya (13) dan Laila (4 bulan) juga mengalami hal sama.

Diterangkan Ketua TRC Singonegaran, Fathul Amin, kisah ini berawal saat Siti Mardiyah melahirkan di kamar mandi belakang rumahnya.

Siti kemudian diketahui beralamat RT. 04 RW. 07 Lingkungan Centong Kecamatan Bawang ini, ternyata telah hidup satu rumah dan menetap bersama Ngadiran, beralamatkan di RT. 48 RW. 09 Lingkungan Grogol Kelurahan Singonegaran Kecamatan Pesantren.

“Bayinya akhirnya tertolong bidan desa dan dibantu masyarakat akhirnya dirawat di puskesmas,” jelasnya.

Menjadikan persoalan, saat itu Siti tidak memiliki identitas apapun hingga akhirnya dilakukan penelusuran bersama para relawan.

“Akhirnya, baik anak pertama maupun anak kedua kini berusia 4 bulan, dirawat atas inisiatif para relawan gabungan ini,” terang Fathul.

Bahkan, rumah yang awalnya tidak layak untuk tinggal mereka, akhirnya atas swadaya para relawan kemudian dilakukan rehab.

Terpancar wajah bahagia Ngadiran dan Siti saat ditemui usai melangsungkan nikah resmi. Siti mengaku kenal suaminya, saat sering bertemu ketika dirinya bekerja sebagai pembantu rumah tangga.

“Bapaknya kerja membuat batu bata, saya setelah bersih-bersih di Puskesmas Pagut kemudian dilanjutkan di rumah orang. Kita sempat nikah siri di Surabaya, kemudian atas saran para bunda-bunda dan ayah-ayah, kami setuju menikah secara resmi,” ujarnya.

Sebutan bunda dan ayah ini diberikan pasangan mempelai untuk menyebut nama para relawan yang bekerja tulus dan berswadaya membantu kehidupan keluarganya. Disampaikan Jelica, Ketua TRC Rejomulyo, bahwa bersama para bunda dan ayah, tim relawan ini bekerja dan berswadaya dengan kocek sendiri tanpa pamrih.

“Kami telah dua kali ini melakukan kegiatan ini, dulu ada sepasang yang mengalami ODGJ kemudian menikah secara resmi. Selama ini kita urunan, mulai dari membeli material, mencukupi kebutuhan anak-anaknya dan saat ini kami sedang mengajukan bantuan untuk merehab kembali rumahnya,” terang Bunda Je, sapaan akrabnya

Pihak pemerintah kota pun langsung memberikan respon, Eko Lukmono, Camat Pesantren telah berkoordinasi dengan Dinsos, setelah identitas resminya tercukupi, selanjutnya kini mengajukan perbaikan rumah dan memberikan modal dan pelatihan kerja untuk pasangan mempelai.

“Saat ini sedang kami ajukan, semoga mampu membantu kehidupan mereka lebih baik,” jelas Camat Pesantren saat dikonfirmasi. (nng)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry