Bambang Suheryadi, ahli dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) saat memberikan pendapatnya di persidangan PN Surabaya, Rabu (4/7/2018). Henoch Kurniawan

SURABAYA | duta.co – Dua ahli hukum pidana dimintai pendapat pada sidang kasus Pasar Turi di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (4/7/2018). Atas keterangan kedua ahli, tim kuasa hukum Henry J Gunawan menilai unsur pidana penipuan dan penggelapan tidak terpenuhi.

Dua ahli yang diperiksa yaitu Agus Sekarmadji dan Bambang Suheryadi. Kedua saksi yang merupakan dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) ini diperiksa secara terpisah. Agus menjalani pemeriksaan pertama kali.

Dalam keterangannya, Agus lebih banyak menceritakan istilah-istilah dalam dunia pertanahan, seperti Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pengelolaan (HPL), Build Operate and Transfer (BOT) atau Bangun Guna Serah, dan sebagainya. “HGB yaitu hak untuk mendirikan bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri. HGB memiliki jaksa panjang selama 30 tahun dan dapat diperpanjang lagi sampai 20 tahun,” ujarnya.

Terpisah, Bambang Suheryadi saat diperiksa sebagai ahli lebih banyak menjelaskan perihal unsur delik pasal penipuan dan penggelapan. Menurutnya, unsur delik penipuan bisa terpenuhi jika pelaku memiliki kesengajaan menipu. “Jika sejak awal menyadari apa yang dijualnya tidak benar, dan ketidakbenaran ini yang memuat korban tertarik,” tandasnya.

Atas keterangan Bambang, kuasa hukum Henry J Gunawan yaitu Agus Dwi Harsono lantas memberikan pertanyaan berupa ilustrasi. “Ilustrasi gini, ada perjanjian pemkot dengan pengembang. Pemkot punya kewajiban menyerahkan tanah dengan HPL dan HGB diatas HPL. Kemudian pemkot wajib berikan HGB diatas HPL kepada pihak ketiga. Atas dasar itu, kemudian pengembang melakukan PIJB (Perjanjian Ikatan Jual Beli). Namun sampai saat ini pemkot belum mewujudkan HGB di atas HPL. Kalau sepertu ini apa pelaku ada niat?” tanya Agus kepada Bambang.

Menjawab pertanyaan Agus, Bambang tampak kebingungan. Jawaban Bambang justru berkutat pada seperti keterangannya di awal. “Jadi prinsipnya kalau pelaku sejak awal menyadari apa yang dijualnya tidak benar, dan ketidakbenaran ini yang memuat korban tertarik, maka itu sudah memenuhi unsur delik penipuan,” kilahnya.

Usai sidang, Agus Dwi Warsono menilai, unsur delik penipuan dalam kasus ini belum terpenuhi. Pasalnya, jika keterangan ahli Bambang Suheryadi dihubungkan dengan fakta bahwa Pemkot Surabaya yang belum memenuhi kewajibannya seusai perjanjian. “Kalau ilustrasinya seperti itu, maka unsur penipuan tidak terpenuhi,” kata kepada wartawan.

Apalagi, lanjut Agus, justru selama ini ada laporan keuangannya perihal semua biaya pencadangan sertifikat dan BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan). “Apakah itu memenuhi unsur penggelapan? Nggak. Karena itu bagian dari keterbukaan dan dasarnya adanya perjanjian,” pungkas Agus.

Sementara itu, Henry J Gunawan menyampaikan, pihaknya tidak pernah bertemu dengan pedagang terkait pembayaran. Apalagi, pihaknya menjelaskan bahwa pembayaran tersebut untuk biaya pencadangan. “Unsur penipuanya dimana? Saya ndak pernah bertemu pedagang terkait pembayaran. Apalagi biaya itu kan juga untuk pencadangan,” tambah Henry usai sidang.

Tak hanya itu, Henry juga menjelaskan dalam proses pembayaran, bank sudah dijamin oleh developer. Artinya jika nantinnya pihak ketiga tidak menyelesaikan pembayaran maka developer yang akan membayar. Komitmen lainya adalah jika nantinya sertifikat keluar, notaris akan menyerahkan kepada bank dengan membuat covernote notaris. (eno)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry