Ir Endah Sri Redjeki, MP, MPhil Duta/Humas UMG

GRESIK | duta.co – Tidak hanya konsen melakukan penelitian dan mengajak masyarakat petani Gresik membudidayakan kacang bambara  atau bambara groundnut saja, Ir Endah Sri Redjeki, MP, MPhil, mulai mengajak masyarakat petani melakukan food production tanaman yang berasal dari suku Bambara di Afrika ini.

“Saatnya petani mengolah kacang bambara yang mereka tanam. Kenapa? Selama ini petani hanya menjual dalam bentuk fresh pod (polong segar), padahal dengan diolah menjadi makanan maka nilai ekonominya  meningkat,” ungkap Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG) ini.

Endah, begiitu wanita ini biasa disapa, lantas memamerkan aneka produk olahan dari kacang bambara, diantaranya bisa diolah menjadi susu, tempe, kacang goreng, brownies, cookies, dll. “Bahkan bisa untuk bubur bayi. Apalagi jika disinergikan dengan lele yang diambil minyaknya  (mengandung Omega 3) bisa mengantikan bahan bubur bayi yang selama ini masih diimport,” pamernya.

Untuk itulah, Direktur Bambara Groungnut Research Center ini merasa perlu dibentuk kelembagaan. Pasalnya, ketiadaan kelembagaan inilah yang membuat petani tidak memiliki bargaining power, karena tidak mempunyai kekuatan  di bidang pembiayaan juga kekuatan pemasaran. “Kalau kita lihat selama ini soal pemasaran belum dikelola secara terintegrasi, masih parsial, bahkan masih konvensional,” ujarnya.

Padahal kacang bambara bisa dikembangkan menjadi komoditi unggulan Gresik. “Harapan saya ada perhatian stakeholder untuk kemajuan Gresik di bidang pangan karena mampu menciptakan keanekaragaman pangan. Jadi jangan hanya beras saja sebagai makanan utama tapi harus mulai memerhatikan kearifan lokal yang dimiliki,” katanya.

Dan menurut Endah, untuk menuju ke sana sudah terbuka lebar, mengingat sebenarnya Gresik adalah sentra produksi kacang bambara di Indonesia, yakni nomor dua setelah Jawa Barat. Di Gresik Lanjutnya, sentra kacang bambara tersebar di tujuh  kecamatan, yakni Sedayu, Bungah, Dukun, Ujung Pangkah, Panceng, Manyar, dan Kebomas.

“Sayangnya beberapa kecamatan mulai berkurang jumlah petani kacang bambara karena fungsi alih lahan, tidak jelas pemasarannya dan tidak ada jaminan harga. Intinya, petani tidak mampu mengakses pasar. Harga sangat ditentukan oleh tengkulak (middle man),” jelasnya yang sudah meneliti berbagai aspek kacang bambara sejak  tahun 1988 ini.

Untuk itulah, Endah terus berupaya menggugah masyarakat petani agar tidak hanya menanam namun juga mulai mengolahnya menjadi makanan siap santap. “Memang belum sepenuhnya berhasil, tapi saya terus berupaya memotivasi mereka. Tujuan saya agar petani juga sejahtera. Bayangkan saja jika hanya menanam mereka hanya bisa mendapatkan Rp 6.000 per kilogramnya, tapi ketika menjadi makanan olahan bisa mencapai ratusan ribu rupiah,” ungkapnya.

Endah pun punya mimpi besar, suatu saat nanti  dari kacang bambara ini mampu memakmurkan petani di Gresik. “Doakan saja mimpi saya untuk mendekatkan petani dengan pasar mampu meningkatkan taraf hidup para petani,” ungkapnya.

Dan tentunya untuk mewujudkan itu semua, menurutnya tidak bisa  dilakukannya sendiri tanpa dukungan banyak pihak, salah satunya dari Pemkab Gresik. “Semoga saja dengan potensi yang ada Pemkab ada perhatian khusus pada petani bambara. Dengan demikian diharapkan kesejahteraan petani meningkat,”  harapnya. rum

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry