Mengecoh dan Membodohi: Politik tak kenal etik. Tidak peduli meski membodohi orang, tetap dilakukan demi kekuasaan. (IST)

SURABAYA | duta.co – Mulai Sabtu (20/4/2019) siang beredar video lama pertemuan Prabowo dan Jokowi di rumah orangtua Prabowo, Soemitro di Jakarta. Video itu diambil dari NET (Tv). Tampak Edhy Prabowo menjelaskan kepada wartawan bahwa tidak ada ucapan selamat karena masih mempertimbangkan 63 juta suara.

“Ini menunjukkan mereka sedang panik berat. Mereka ingin mengerem semangat kami untuk menuntaskan C1. Kalau pendukung Prabowo-Sandi loyo, mereka senang. Karenanya, meski itu pembohongan, tetap dilakukan. Mereka sudah tidak pakai moral,” jelas Gus Rozaq, Sekretaris Barisan Kiai dan Santri Nahdliyin (BKSN) kepada duta.co, Sabtu (20/4/2019).

Apalagi, jelasnya, di situ ada pidato Pak Prabowo yang memuji Jokowi sebagai patriot, minta agar pendukungnya mendukung Jokowi, dan siap mengkritisi kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat. Begitu juga pidato Jokowi yang siap dikoreksi.

“Padahal, itu terjadi tahun 2014, lima tahun lalu. Begitu video itu beredar, kita semua paham, bahwa ini bagian dari kepanikan, mereka tak peduli bahwa itu pembodohan,” tegasnya.

Mengapa Jokowi Tak Deklarasi Kemenangan?

Selain video tersebut, juga beredar narasi ‘Dedy McLaren: JOKOWI DIPASTIKAN TIDAK MENANG PILPRES 2019’ yang ditulis Restu Bumi. Intinya, Pilpres tahun 2019 ini sulit mengantarkan Jokowi ke Istana. Mengapa?

Berdasarkan UUD 1945 Pasal 6A Ayat 3 yang berbunyi: “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara disetiap provinsi yang tersebar dilebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.”

Jadi Dalam pasal tersebut ada 3 syarat dalam memenangkan Pilpres : Pertama, Suara lebih dari 50%. Kedua, memenangkan suara di 1/2 jumlah provisnsi (17 Provinsi) dan ketiga di 17 Provinsi lainnya yang kalah, minimal harus dapat suara 20%.

“Syarat ini memang dibuat agar presiden terpilih mempunyai acceptibility yang luas di berbagai daerah. Kebanyakan orang hanya mengetahui sebatas kemenangan di atas 50% saja. Padahal, Undang-undang men-syarat-kan beberapa poin tambahan, selain sekadar meraup suara lebih dari 50%,” tulisnya.

Sebagai contoh penduduk di pulau Jawa yang berpopulasi lebih dari separuh penduduk Indonesia, alias lebih dari 50% penduduk Indonesia. Menang mutlak 100% di pulau Jawa, namun kalah di luar Jawa (yang berarti menang lebih dari 50% suara) tidak berarti memenangkan pilpres di Indonesia!

“Ini berbeda dengan kemenangan Jokowi di 2014 dimana kemenangannya (menurut Quick Count) kurang lebih 22 Provinsi dengan rata-rata Persentase 52%. Jadi Paham kan? Mengapa mereka nggak berani Deklarasi Kemenangan,” jelasnya. (net,zal)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry