MERASA TERZALIMI: Buni Yani dalam persidangan di Kantor Dinas Perpustakaan dan Arsip (Dispusip) Kota Bandung, Jalan Seram Kota Bandung, Selasa (3/9). (ist)

BANDUNG | duta.co – Buni Yani merasa terzalimi dengan tuntutan dua tahun penjara atas kasus pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pengacaranya mengatakan, tuntutan itu sangat politis.

“Fakta-fakta yang di persidangan tidak dilakukan untuk yang meringankan saya. Tidak berdasarkan pada kebenaran dan keadilan, ini bener-benar zalim dan biadab jaksa,” ucap Buni Yani usai persidangan yang digelar di Gedung Arsip, Jalan Seram, Kota Bandung, Jabar, Selasa (3/10).

Buni Yani menilai jaksa tidak memberikan keadilan dalam menangani perkara kasus yang menimpanya. Menurut dia, apa yang dilakukan oleh jaksa sangat memberatkan dirinya.

“Ada azas dalam hukum itu, veritas e justicia itu bahasa latinnya. Veritas artinya kebenaran dan justicia artinya keadilan. Yang dilakukan oleh jaksa tadi, dua-duanya itu tidak dilakukan untuk mencari kebenaran, tidak mencari keadilan,” kata Buni.

Selain itu, Buni Yani juga mempersoalkan terkait Pasal 32 ayat 1 UU ITE yang diterapkan kepadanya. Sebab, jaksa belum bisa membuktikan pemotongan video yang dilakukan olehnya.

“Saya tidak belajar hukum, tapi ada azas di dalam hukum itu. Disebut the burden of proof, kalau saudara menuduh saya melakukan sesuatu, maka beban untuk membuktikan itu ada di pihak Anda. Yang terjadi saya dituduh memotong video tetapi saya disuruh membuktikan saya tidak memotong video. Kan stupid gitu lho. Belajar ilmu hukum di mana,” tuturnya.

Tuntutan Lebih pada Asumsi

Senada, Aldwin Rahadian, kuasa hukum Buni Yani, mengatakan, tuntutan jaksa lebih pada asumsi karena mengabaikan fakta-fakta di persidangan. Jaksa logikanya terbalik karena akhirnya yang dipakai tuntutan itu justru pasal 32 ayat 1 junto pasal 48 ayat 1 tentang memotong video.

“Sampai hari ini, di fakta persidangan dari awal sampai akhir jaksa tidak bisa membuktikan Buni Yani memotong video,” ujarnya saat ditemui seusai persidangan.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Andi M Taufik membacakan tuntutan kepada terdakwa Buni Yani dalam sidang lanjutan kasus dugaan pelanggaran UU ITE yang digelar di Kantor Dinas Perpustakaan dan Arsip (Dispusip) Kota Bandung, Jalan Seram Kota Bandung, Selasa (3/9).

Andi menuntut majelis hakim yang dipimpin M Saptono agar menyatakan Buni Yani bersalah. Yaitu melakukan tindak pidana melanggar UU ITE berupa dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum menambah, mengurangi, menghilangkan slot informasi elektronik dan atau dokumen orang lain atau milik public.  Hal itu diatur dan diancam pidana dalam ketentuan pasal 32 ayat 1 Jo pasal 48 ayat 1 UU RI no 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik Jo UU RI no 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik dalam dakwaan bersama.

Juga Dituntut Bayar Denda

“Jaksa Penuntut Umum meminta majelis Hakim menjatuhkan pidana  terhadap terdakwa Buni Yani dengan pidana penjara selama dua tahun,” ujar Andi. Selain itu, Andi meminta hakim memerintahkan agar Buni Yani ditahan. “Dengan perintah agar terdakwa ditahan dan membayar denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan,” tuturnya.

Setelah rangkaian tuntutan dibacakan JPU, Ketua Majelis Hakim M Saptono kemudian memberikan kesempatan kepada pihak Buni Yani untuk menetapkan hari untuk menyampaikan pembelaan alias pledoi.

Menanggapi pertanyaan hakim, Buni memohon agar diberikan waktu selama dua pekan untuk mengumpulkan dan menyusun data-data yang akan disampaikan dalam pledoi. “Saya merasa tuntutan JPU tadi berat sekali. maka kami banyak memerlukan waktu yang cukup,” ungkapnya.

Permintaan Buni dikabulkan majelis hakim. Sidang dilanjutkan di tempat yang sama pada tanggal 17 Oktober 2017 dengan agenda pembacaan pledoi. hud, dit, kcm

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry