SURABAYA | duta.co – H Agus Solachul A’am Wahib, putra KH Wahib Wahab, Menteri Agama RI ke-9, mengakui, bahwa, kehadirannya di acara Maulid Partai Kesejahteraan Sosial (PKS), Minggu (28/12), sempat menjadi kontroversi. Bahkan sempat ‘ditawur’ teman dan keluarga.
Tidak sedikit keluarga besarnya bertanya perihal kedatangan tersebut. “Ada dua sebab. Pertama, mengapa menghadiri acara PKS? Kedua, mengapa mengkritik NU di depan kader PKS? Dua ini saja, rupanya,” tegas Gus A’am Wahib, panggilan akrabnya, Minggu (19/1/2020) di kantor redaksi duta.co, Surabaya.
Ketika saya jelaskan satu-satu, tambahnya, semua bisa memahami. Meski begitu, masih saja ada yang sulit menerima. “Terutama mereka yang kadung terdoktrin keliru. Sehingga PKS harus salah,” katanya sambil tertawa.
Menurut Gus A’am Wahib, sekarang ini, hanya PKS yang layak dibahas. Karena partai ini telah menjadi bulan-bulanan isu wahabi dan khilafah. Partai-partai nasionalis, kelihatan sangat takut dengan PKS. Intinya takut kalau partai Islam ini menjadi besar.
Nah, mereka ini kemudian mengajak ormas Islam, terutama NU untuk memainkan isu wahabi dan khilafah. Kedua isu itu ditembakkan kepada PKS. Dan efektif.
“Anda bisa saksikan, betapa banyak kader NU, baik struktural maupun kultural yang ikut mestigma PKS sebagai partai wahabi, partai khilafah. Gerakan ini semakin masif ketika orang seperti Abu Janda, Denny Siregar ikut kampanye anti wahabi dan khilafah. Saking masifnya, ada Ketua NU yang terang-terangan ingin menghabisi PKS. Ini luar biasa,” tegasnya.
Bukankah gerakan wahabi dan khilafah di Indonesia, memang, ada? “Ada. Tetapi, menimpakan kedua isu itu kepada PKS, adalah sebuah modus tersendiri. Ini sangat tidak adil. Dan perlu Anda tahu, meski dikeroyok seperti itu, PKS tidak makin kecil. Itulah sebabnya, partai ini memarik dikaji,” tegas Gus A’am Wahib.
Ditanya tentang kontroversi kehadirannya ke acara Maulid PKS, Gus A’am Wahib tidak mengelak. Ini tidak serta merta datang. Menurutnya, lama, dirinya mencermati gerik-gerik perjuangan partai dakwah ini.
“Memang. Tidak sedikit saudara saya yang antipati dengan PKS. Alasannya, tadi, wahabi dan khilafah. Ini yang membuat saya ingin tahu. Lebih mendekat. Apa seperti itu? Terus terang, saya tidak pernah di partai. Tetapi, saya yakin, seluruh partai di Indonesia, termasuk PKS, pasti tunduk pada undang-undang kepartaian. Kalau PKS khilafah, pasti tidak bisa berdiri,” tegasnya.
Partai ini Harus Ditemani
Menurut Gus A’am Wahib, lama, dirinya melihat gerak-gerik tokoh-tokoh PKS. Setelah dihitung-hitung, ternyata, tidak sedikit kader PKS yang justru datang dari keluarga NU, amaliahnya pun ahlussunannah wal jamaah an-nahdliyyah.
“Saya sempat kaget melihat banyaknya anak-anak NU di PKS. Siapa berani menyebut Ketua Majelis Syuro PKS Habib Salim Segaf Al Jufri itu wahabi, khilafah? Saya ingin tahu orangnya. Begitu juga Presiden PKS, Pak Sohibul Iman, Pak Muzammil. Apakah mereka itu wahabi? Pengusung khilafah? Tidak,” tegasnya.
Jadi? “Kalau ada Ketua NU yang menggebu-gebu mengatakan PKS itu wahabi, khilafah, saya yakin, dia korban fitnah, korban buzzer medsos. Kalau tidak? Justru dia sendiri sohibul fitnahnya,” terang Gus A’am Wahib.
Di sisi lain, lanjut Gus A’am Wahib, keberadaan PKS ini semakin menarik, ketika ia menempati posisi oposisi dengan pemerintah. Di mana pun, pemerintahan, jelasnya, butuh oposisi. Jika tidak ada oposisi, maka, pemerintah itu cenderung otoriter.
“Ada adagium terkenal, bahwa, kekuasaan itu cenderung korup, power tend to corrupt. Di sini kita butuh oposisi. Untuk mengontrol jalannya pemerintahan agar tetap sesuai dengan koridor hukum dan nilai-nilai kebangsaan. Saya tertarik dengan keberanian PKS, meski harus berdiri sendiri sebagai oposisi. Makanya, partai ini harus ditemani,” tutupnya. (mky)