SURABAYA | duta.co – Anggota Komisi C DPRD Jawa Timur, Fuad Bernardi menyoroti kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di sektor kesehatan yang dinilai masih lemah, terutama dalam hal transparansi laporan keuangan dan masalah produksi akibat kerusakan mesin.

Menurut Fuad, BUMD yang bergerak di bidang produksi alat kesehatan untuk rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur seharusnya dapat menjalankan komunikasi dan tata kelola yang lebih baik.

Ia mempertanyakan, logika manajemen yang dinilai tidak sinkron antara direktur lama dan baru, terutama dalam memenuhi permintaan spesifikasi produk dari 14 rumah sakit milik Pemprov Jatim.

“Secara logika, BUMD ini kan ada, dan rumah sakit milik Pemprov saja kita punya 14. Seharusnya komunikasi antara direktur lama dan baru tidak bisa seenaknya. Kalau memang ada permintaan spesifikasi tertentu, tinggal dipenuhi saja,” ujarnya Selasa (21/10/2025).

Fuad yang juga mantan pengusaha menilai bahwa terdapat persoalan mendasar dalam sistem tata kelola bisnis BUMD tersebut.

“Kalau melihat sistem tata kelola bisnisnya, memang kelihatannya tidak terlalu baik dan banyak masalah,” jelas politisi muda asal PDI Perjuangan itu.

Selain persoalan manajerial, Fuad juga menyoroti ketiadaan laporan keuangan yang transparan. Ia mengungkapkan bahwa hingga kini, direksi BUMD hanya menyampaikan keluhan tanpa melampirkan laporan keuangan, meski sudah diminta berulang kali dalam setiap rapat bersama Komisi C.

“Selama ini BUMD sektor kesehatan hanya melaporkan keluhan saja, tidak pernah menyampaikan laporan keuangan seperti apa. Padahal kami sudah minta secara transparan agar dilaporkan setiap pertemuan berikutnya, tetapi tidak pernah diberikan,” tegasnya.

Lebih lanjut, Fuad juga menerima laporan bahwa produksi BUMD sempat terganggu akibat mesin yang rusak dan sudah kedaluwarsa. Kondisi ini menyebabkan hasil produksi tidak sesuai pesanan dan menurunkan kualitas produk, sehingga memicu keluhan dari sejumlah rumah sakit.

Ia pun mempertanyakan inisiatif manajemen dalam mengatasi masalah tersebut. Menurutnya, jika kendala utama terletak pada mesin produksi, BUMD seharusnya memanfaatkan kewenangannya untuk melakukan kerja sama operasi (KSO) dengan pihak swasta.

“Kalau memang masalahnya di mesin, kenapa tidak kerja sama dengan pihak swasta? BUMD itu punya kewenangan KSO dengan stakeholder lain,” ujarnya.

Fuad menambahkan, Komisi C juga telah memberikan alternatif agar BUMD bisa mengajukan pinjaman ke lembaga keuangan seperti Bank Jatim atau BPR guna membeli mesin baru. Langkah itu dinilai penting agar produksi tetap berjalan sesuai spesifikasi yang diminta rumah sakit, sekaligus menjaga keberlangsungan usaha.

“Tujuannya agar produksi tetap berjalan, perusahaan tetap sehat, bisa menyumbang pendapatan asli daerah (PAD), dan memastikan para pekerja tetap mendapatkan gaji,” paparnya.

Di akhir pernyataannya, Fuad mengakui masih kurangnya transparansi informasi dari Biro Perekonomian terkait kondisi BUMD tersebut. Meski demikian, ia tetap menaruh harapan besar pada kepemimpinan baru di lingkungan BUMD.

“Dengan potensi yang besar dan aset yang banyak, kami berharap manajemen baru bisa mengelola BUMD ini dengan lebih baik dan maksimal,” pungkasnya. (rud)

Bagaimana reaksi anda?
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry