
SURABAYA | duta.co – Seorang siswa kelas Vll SMPN 5 Surabaya Korban berinisial GB (13) diduga menjadi korban perundungan (bullying) oleh sejumlah kakak kelasnya. Akibat kejadian tersebut, GB mengalami trauma, ketakutan, hingga berniat pindah sekolah.
Kasus ini terungkap setelah ibu korban, berinisial SG, melaporkan ke Polrestabes Surabaya pada Jumat (22/8/2025) dengan nomor laporan LP/B/898/VIII/2025/SPKT/Polrestabes Surabaya.
“Setelah melapor, saya akan membawa anak saya ke rumah sakit untuk visum karena dia mengeluh sakit pada mata dan mual. Saya khawatir ada masalah pada kepalanya yang ditendang,” ujar SG di halaman SPKT Polrestabes Surabaya.
Ia menuturkan, aksi kekerasan itu terjadi saat jam istirahat di lingkungan sekolah. Korban diduga dipukul dan ditendang oleh kakak kelasnya. “Anak saya dipukuli dua orang, sementara tiga lainnya mengawasi. Yang mukul dan nendang itu kakak kelasnya,” ungkap SG. SG berharap kasus ini menjadi perhatian pihak sekolah agar tidak terulang lagi.
“Harapan saya, jangan sampai ada bullying lagi. Saya takut kalau anak-anak di sekolah negeri masih seperti itu, nanti yang lain juga ikut jadi korban,” tambahnya.
Korban GB, yang diketahui anak yatim, menceritakan kronologi kejadian. Ia mengaku diserang saat berada di depan kelas 8 usai keluar dari kantin.
“Awalnya saya ditanyai, ‘kenapa kok ngusap-ngusap tangan’. Setelah itu dia nanya alamat rumah, lalu tiba-tiba saya dipukul. Satu orang mukul, satu orang nendang, sisanya ngawasi,” cerita GB.
Menurut GB, ia tidak berani melapor ke guru karena diancam. “Saya diancam, kalau ngadu ke BK atau guru nanti saya dihantam lagi,” katanya dengan nada takut.
GB mengaku masih merasakan sakit di mata dan kepala akibat pemukulan tersebut. “Sampai sekarang masih pusing,” ujarnya.
Menanggapi laporan tersebut, pihak sekolah melalui Retno Kuswanti, S.Pd., guru Bimbingan Konseling (BK) yang juga Humas SMPN 5 Surabaya, menyatakan kasus sudah dibicarakan bersama dan diselesaikan secara kekeluargaan.
“Anak-anak yang terlibat sudah dipanggil, begitu juga korban dan orang tuanya. Ada kesepakatan untuk memperbaiki sikap, dan kami akan terus melakukan pemantauan,” jelas Retno, Senin (25/8/2025).
Ia menambahkan, tujuan dari penyelesaian ini adalah memberikan pembelajaran agar siswa tidak mudah bertindak kasar.
“Pelaporan ke polisi kemarin lebih untuk shock therapy dan pembelajaran. Anak-anak yang bersalah sudah menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya,” terangnya.
Retno menegaskan, korban sudah kembali ke sekolah dan terlihat berinteraksi dengan teman-temannya. “Tadi saya lihat sendiri, anak yang bersangkutan sudah bermain dengan teman-teman. Kami berharap kejadian ini jadi pelajaran bagi semua pihak agar tidak ada lagi kasus bullying di sekolah,” tutupnya. (gal)