SURABAYA | duta.co – Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, ST, MT, Sabtu (15/6/24) pagi meresmikan LANGGAR GIPO. Sebuah bangunan bersejarah – tempat ‘titik temu’ para pejuang kemerdekaan Republik Indonesia (RI) sekaligus para pendiri Nahdlatul Ulama (NU).
“LANGGAR GIPO ini, selain Cagar Budaya juga sebagai Destinasi Wisata Sejarah Kota Lama (Zona Arab-Ampel) Surabaya. Bangunan kuno ini telah mempersembahkan yang terbaik bagi Indonesia dan NU,” demikian Edy M Ya’kub, wartawan LKBN Antara yang menelusuri jejak perjuangan Ketua Umum PBNU pertama — Muktamar ke-1 NU sampai Muktamar ke-9 NU tahun 1934 — H Hasan Gipo kepada duta.co, Sabtu 14/6/24).
Menurut kader Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Jatim ini, nahdliyin tidak bisa melupakan jerih payah lelaki yang dikenal dengan nama H Hasan Gipo. Selain sebagai Ketua PBNU pertama, pejuang bernama asli Hasan Basri Sagipoddin atau Saqifuddin itu memiliki peran penting dalam menyatukan ide-ide perjuangan.
“Di akar rumput nahdliyin, memang, namanya kurang dikenal. Padahal perannya sangat luar biasa. Almaghfurlah Hasan Gipo memang bukan sosok yang tumbuh dari kalangan pesentren. Tetapi, almaghfurlah ini marga Arab (Ampel), cukup dikenal karena masih dzurriyah (kerabat) Sunan Ampel,” tambahnya.
LANGGAR GIPO, lanjutnya, memiliki peran sangat tstrategis. Karena langgar ini menjadi tempat diskusi orang-orang hebat. Mereka menjadikan Langgar Gipo sebagai tempat pertemuan rutin tokoh pejuang Kemerdekaan RI.
“Seperti Bung Karno (Soekarno), HOS Tjokroaminoto, dr Soetomo, Kartosuwiryo, SK Trimurti. Bahkan Muso dari PKI juga sering berdiskusi di tempat ini. Jadi, LANGGAR GIPO itu menjadi ‘titik temu’ tokoh bangsa juga keluarga pendiri NU dan Muhammadiyah seperti KH Mas Mansur dan H Hasan Gipo sendiri,” urainya.
Edy M Ya’kub mengajak menyusuri sejumlah situs bersejarah yang berada dalam LANGGAR GIPO. Ada kolam air pertapaan, gentong air (kanuragan), sampai dua buah bunker (terowongan) yang bisa membobol kawasan luar, sehingga penjajah terkecoh. “Sampai sekarang bunker itu masih utuh. Kita belum mengecek di mana akhir dua bunker tersebut,” tegasnya.
Masih menurut Edy, melihat fisik yang ditinggalkan almaghfurlah H Hasan Gipo, maka, menjadi jelas bahwa perjuangan beliau bukan kaleng-kaleng. Kita, paling tidak nahdliyin harus bisa memetik hikmah di balik kerasnya perjuangan beliau. “Apalagi melihat sejarahnya, Langgar Gipo ini dibangun sejak tahun 1717 M. Sebuah perjuangan panjang yang harus kita rekam dengan apik,” pungkas Edy.
Kabarnya, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, ST, MT usai meresmikan LANGGAR GIPO sebagai Destinasi Wisata Religi, juga meresmikan Kota Lama Surabaya di kawasan Jembatan Merah. Surabaya memang dikenal tiga zona sejarah. Pertama, zona Arab (kawasan) Ampel. Kedua, zona China (kawasan) Kembang Jepun, dan ketiga zona Eropa meliputi (kawasan) Pahlawan. (mky)