Kepala Dinkes Jatim Dr Kohar (tengah) didampingi Warek 1 Unusa, Prof Kacung Marijan (kanan) dan Ketua Panitia the 2nd Surabaya International Health Conference Wiwik Afridah, Sabtu (13/7). DUTA/endang

SURABAYA | duta.co –  Masalah kesehatan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Peran serta masyarakat terutama akademisi dibutuhkan agar masalah kesehatan bisa diatasi bersama.

Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) meminta masukan dari banyak pihak. Terutama kepada Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) yang sedang menggelar The  2nd Surabaya International  Health Conference, Sabtu (13/7).

Dengan tema  Empowering Community for Health Status Inprovement (memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan status kesehatan), dianggap sebuah langkah yang tepa untuk  memberikan solusi atas permasalahan yang ada.

“Kami tunggu rekomendasi-rekomendasi atas pertemuan internasional ini agar bisa kami jadikan acuan dalam mengambil langkah-langkah konkrit,” kata Kepala Dinkes Jatim, Dr Kohar di sela acara, Sabtu (13/7).

Diakui Kohar, Gubernur Jatim sangat perhatian terhadap indeks pembangunan manusia (IPM) terutama aspek pendidikan dan kesehatan.

Kalau bicara masalah kesehatan, kata Kohar, faktor lingkungan memegang porsi yang besar yakni 40 persen. Prilaku masyatakat sebesar 30 persen, fasilitas kesehatan 20 persen dan genetika 10 persen.

“Jadi bagaimana pola hidup masyarakat harus diubah agar lingkungan bisa selalu bersih,” ungkapnya.

Saat ini kata Kohar, Jawa Timur sedang fokus pada lima hal yakni stunting, angka kematian ibu dan bayi, imunisasi, TBC serta penyakit tidak menular.

Dalam hal ini Dinkes Jatim sudah menjalin kerjasama dengan pondok pesantren.  “Kalau kesehatan di pondok pesantren itu baik, maka akan berdampak pada lingkungan sekitarnya,” tukasnya.

Wakil Rektor 1 Unusa, Prof Kacung Marijan mengatakan Unusa sebagai sebuah lembaga pendidikan tinggi yang fokus bidang kesehatan akan senang hati membantu pemerintah untuk memberikan solusi masalah kesehatan.

“Tidak perlu dimintapun kami akan bantu. Seperti yang kami lakukan di Lamongan kemarin. Bukan hanya menjadi tempat praktik para dokter muda, tapi kami juga mengembangkan kesehatan pesantren,” jelasnya.

The  2nd Surabaya International  Health Conference ini menghadirkan pembicara dari lima negara yang mewakili tiga benua. Yakni Turki, Jepang, Taiwan, Filipina dan Indonesia.

“Kami mencari solusi bersama. Bagaimana masalah kesehatan itu di berbagai negara. Bahkan dari Turki hadir untuk sharing tentang masalah tembakau di sana,” tandas Wiwik.

Presiden of International Federation Green Crescent Society, Turkiye, Prof Ihsan Karaman, Ph.D mengaku sekarang ini pemerintah Turki mulai tegas terhadap rokok dan tembakau.

Karena di Turki memiliki permasalahan yang sama dengan Indonesia untuk masalah rokok dan tembakau. Turki bukan hanya mengkonsumsi tapi memproduksi.

“Ada gerakan melawan tembakau dan rokok. Dan 10 tahun terakhir ini, sudah mulai menurun angka perokok,” tukasnya.

Turki saat ini memiliki regulasi ketat tentang masalah ini. Bahkan, regulasi itu sudah disosialisasikan hingga ke sekolah dasar, menengah dan perguruan tinggi.

“Indonesia sebenarnya punya banyak cara yang bisa dilakukan. Karena 70 persen perokok di Indonesia itu social smookers. Jadi mereka merokok karena ikut-ikutan. Sehingga lebih mudah menghentikan mereka merokok daripada yang sudah kecanduan,” tuturnya. end

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry