SURABAYA | duta.co – Pengadilan Negeri (PN) Surabaya mengeksekusi rumah senilai Rp 14 miliar di Galaxy Klampis Asri, Surabaya, milik Olivia Christine Nayoan, Selasa (23/11/2021).
Dari pantauan di lokasi, pengosongan rumah tersebut diawali dengan pembacaan surat penetapan eksekusi yang ditandatangani Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang dibacakan Juru Sita, Ferry Isyono.
Juru sita membacakan surat penyitaan di hadapan Olivia dan kuasa hukumnya Heru Sugiono. Hingga pembacaan selesai, mereka tidak melakukan perlawanan dan kooperatif. Proses ekseskusi rumah ini dijaga ketat sejumlah personel kepolisian.
Juru Sita PN Ferry Isyono mengatakan, pelaksanaan eksekusi ini agar si pemenang bisa menguasai obyek. Selama ini termohon sudah diberikan teguran unmanning secara tertulis, dipanggil hingga permintaan pengosongan.
“Akhirnya dari pihak pengadilan negeri berdasarkan permohonan pemohon melakukan eksekusi ini,” ungkap Ferry.
Menurut Ferry, unmanning sudah dilakukan dua kali, yaitu pada 28 April 2020 dan 10 Juni 2020.
“Intinya eksekusi pengosongan ini berdasarkan gros risalah lelang yang diajukan oleh pemohon eksekusi,” tambahnya.
Sementara Kuasa Hukum Buyung Hamzah (pemenang lelang), Davy Hendranata menyebut bahwa eksekusi dilakukan karena adanya proses lelang yang berkekuatan hukum tetap.
“Meski ada upaya hukum harus tetap dijalankan. Sekali pun pihak termohon mengajukan gugatan atau apa pun karena lelang ini sudah ada irah-irah demi keadilan,” jelas Davy.
Dalam perkara ini, lanjut Davy, kliennya menang proses lelang. Sedangkan pemilik rumah wanprestasi tidak dapat membayar ke pihak bank. Sehingga, dilakukan lelang hak tanggungan.
“Nilai pinjaman termohon Rp 4 miliar. Klien kami membelinya Rp 4,1 miliar,” tegas dia.
Buyung memenangkan lelang itu pada Tahun 2020. Upaya penguasaan lahan berjalan lama karena adanya upaya hukum berupa gugatan pihak termohon eksekusi.
“Sampai pada puncaknya hari ini bisa dilakukan eksekusi,” sambung Davy.
Di tempat yang sama, Kuasa Hukum Olivia Christine Nayoan, Heru Sugiono menyebut bahwa eksekusi kali ini tidak mencerminkan proses keadilan karena renggang harga nilai rumah yang tidak sebanding dengan lelang.
“Harga risalah lelang yang saat ini Rp 4,125 miliar. Estimasi harga pasaran yang kita punya Rp 10 miliar, makanya pihak klien merasa dirugikan,” tutur Heru.
Heru menambahkan, minimnya informasi yang dimiliki Olivia membuat dirinya merasa kehilangan atas hak kepemilikan rumahnya karena dilelang.
“Rangkaian kalimat itu harus menjadi satu titik ukur semua pihak. Harus menciptakan rasa adil bagi semua pihak. Harusnya tetap mempertimbangkan rasa kemanusiaan. Yang menjadi keberatan pihak klien kami adalah harga lelang yang di bawah pasar. Kedua, informasi keterkaitan perbankan kepada klien kami,” jelas dia.
Meski telah diminta angkat kaki dari rumahnya, Olivia berencana akan tetap meminta keadilan dengan gugatan perdata dan meminta perlindungan hukum kepada DPRD dan kepolisian.
“Upaya hukum kami, kami melakukan gugatan dengan nomor register 422 di PN yang lagi diproses dalam agenda pembuktian pihak tergugat. Hari Senin kemarin kita juga mengajukan perlawanan eksekusi, gugatan bantahan,” paparnya.
“Terkait pelaksanaan eksekusi hari ini, kita telah menyampaikan surat terbuka, kita mengharapkan pengadilan juga selaku wadah mencari keadilan, kita berusaha mengajukan keberatan, memohon penundaan kepada pihak pengadilan,” tandasnya. Zal