SURABAYA | duta.co –  Lagi, Museum NU (Nahdlatul Ulama ) Surabaya kedatangan tamu istimewa.  Kali ini, Selasa (14/3/23) ratusan siswa-siswi dari Sekolah Dasar  (SD) Bahrul Ulum, Putut Jaya, Surabaya bersama 5 guru, tumplek blek di pelataran Museum NU, Jl Gayungsari Timur 35 Surabaya.

Lima guru itu, mengajak anak didiknya untuk mengenal lebih dekat tentang sejarah NU dan perjuangannya.

“Mereka melakukan pengayaan pengetahuan seputar sejarah NU, terutama terkait dengan Islam ahlusunnah wal jamaah dan konsisten NU terhadap kemerdekaan RI, termasuk penjagaan NU terhadap kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” demikian Saifuddin SPd, petugas Museum NU kepada duta.co, Selasa (14/3/23).

Menurut Mas Udin, panggilan akrabnya, Museum NU menjadi salah satu ‘kawah candradimuka’, tempat penggemblengan diri pribadi nahdliyin agar menjadi orang yang memiliki karkater, kepribadian kuat, terlatih dan tangkas sehingga mampu mengemban dan meneruskan perjuangan muassis (pendiri) NU.

“Saya terima kasih atas kunjungan dari keluarga besar Sekolah Dasar Bahrul Ulum, Putut Jaya, Surabaya. Apalagi ratusan anak-anak kita dari Bahrul Ulum ini sempat duduk lesehan, menggambar, mewarnai. Semangatnya luar biasa, ini tinggal mengarahkan untuk mengenal lebih dekat tentang perjuangan kiai-kiai NU,” tegasnya.

Keris Kiai

Lilik Sujiyanah, petugas dari Museum NU, dengan telaten mendampingi mereka. Ia mengenalkan proses penciptaan lambing NU yang sekarang sangat popular di masyarakat. “Anak-anakku, pernah melihat lambang bendera NU? Pernah melihat logo NU di kopiah? Ini yang menciptakan adalah almaghfurlah KH Ridwan Abdullah,” tegasnya.

Kepada Kiai Ridwan, Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari minta agar membuat lambang yang orisinil, tidak boleh meniru bendera atau simbol manapun. Selain itu, lambang tersebut hendaknya menunjukkan haibah dan kemegahan NU sebagai organisasi besar. “Untuk melaksanakan tugas ini, beliau istikharah, salat khusus memohon petunjuk kepada Allah SWT,” tegasnya.

Selain logo NU, siswa-siswi juga tertarik mendengar kisah Alquran yang sudah berusia 300 tahun, serta keris dan batu-batu sakti peninggalan kiai. “Anak-anak sukanya yang aneh-aneh, antik dan sakti. Ada keris para kiai, sampai batu petir yang biasa untuk ajimat ketika perang dalam kondisi darurat,” demikian Udin menjelaskan kepada mereka. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry