Para kiai dengan antusias mendengarkan hasil sowan ke para kiai sepuh. (DUTA.CO/MKY)

SURABAYA | duta.co — Halaqah ke-3 Komite Khitthah (KK) menghasilkan banyak hal penting. Setelah mendengar nasihat para kiai sepuh, KK berikhtiar membuat langkah konkret, termasuk menyamakan persepsi soal khitthah dengan PBNU yang ternyata masih ada perbedaan.

“Saya menangkap ada perbedaan pengertian khitthah antara PBNU dengan kita. Ini harus segera diselesaikan. Kalau perlu kita gelar dialoq tentang pengertian Khitthah,” jelas KH Salahudddin Wahid (Gus Solah) saat menyampaikan hasil pertemuannya dengan KH Miftachul Akhyar di depan ratusan peserta halaqah 3 di Taswirul Afkar, Ahad, 9 Desember 2018.

Menurut Gus Solah, ada persepsi yang berbeda. Kiai Miftah memgartikan khitthah itu kondisional. Gus Solah juga melihat pendapat Ketua PWNU Jatim KH Marzuki Mustamar bahwa masuknya Kiai Ma’ruf ke Cawapres itu kebutuhan negara, tidak melanggar khitthah.

“Ini ada perbedaan persepsi yang serius. Jangan sampai kita seperti zaman orde baru yang memiliki persepsi sendiri tentang Pancasila. Kita harus segera dialog,” tegasnya.

Sementara Mbah KH Maimoen Zubair juga mendukung upaya tegaknya khitthah.

“Saran kiai sepuh, ikhtiar untuk menegakkan khitthah 26 NU harus terus dilakukan. Seluruh kiai sepakat bahwa NU hari ini sudah menjadi alat politik kekuasaan. Saya kebagian sowan ke Mbah Maimoen Zubair (Sarang), beliau wanti-wanti penegakan khitthah. Dengan khitthah, NU bisa menjaga eksistensi NKRI. Mbah Moen dengan keras menolak NU jadi alat politik,” tegas H Agus Solachul A’am Wahib, salah satu inisiator berdiri KK kepada duta.co, Minggu (9/12/2018).

Prof Dr H Ahmad Zahro, MA, moderator halaqah KK. (DUTA.CO/MKY)

Seluruh nasihat kiai dipaparkan dalam halaqah ke-3 ini. Dari KH Tholhah Hasan (Malang), KH Nawawi (Sidogiri, Pasuruan), KH Maimoen Zubair (Sarang, Jawa Tengah), KH Mustofa Bisri (Rembang, Jawa Tengah). Begitu juga pendapat KH Miftachul Akhyar, Pejabat Rais Aam PBNU yang menggantikan KH Ma’ruf Amin yang kini memilih menjadi Cawapres.

“Agenda halaqah 3 ini lebih konkret, di samping mendengarkan arahan, nasihat kiai sepuh, halaqah ini juga menentukan langkah-langkah konkret bagaimana menyelatkan NU dari jebakan politik praktis,” demikian disampaikan salah satu inisiator KK, H Agus Solachul A’am Wahib kepada duta.co, Sabtu (8/12/2018).

Sengaja, halaqah 3 digelar di Taswirul Afkar, Jl Pegirian 238 Surabaya, ini sekaligus untuk mengingat kembali bahwa tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan Nahdlatul Fikri (kebangkitan pemikiran) sebagai wahana pendidikan sosial keagamaan kaum santri.

Antusiasme para kiai untuk bisa menghadiri Komite Khitthah ini, sangat luar biasa. Dukungan dari masyayikh dan warga NU terhadap ikhtiar menegakkan khitthah NU ini, juga semakin hari semakin kuat.

“Sebelumnya kami mohon maaf kalau tidak bisa mengundang semuanya. Saya berterima kasih atas partisipasi semua pihak. Kami yakin keikhlasan para kiai dalam membenahi NU ini, diberikan jalan terbaik oleh Allah swt. ” tandas Gus A’am Wahib, putra Menteri Agama ke-8 RI almaghfurlah KH Wahib Wahab Chasbullah ini.

Hadir juga dalam acara ini puluhan ulama yang tergabung dalam Aliansi Islam Ahlussunnah Waljamaah. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry