SURABAYA | duta.co – Rujukan berjenjang atau rujukan online  dihentikan. Setelah lebih dari sebulan diterapkan, kini pelaksanaannya dievaluasi.

Karena rujukan ini dianggap banyak merugikan pihak lain tidak hanya masyarakat tapi juga bagi rumah sakit.

Ketua Persatuan Rumah Sakit Indonesia (Persi) Jawa Timur, Dodo Anando mengatakan rujukan online ini sudah membuat banyak rumah sakit resah.

Karena dengan sistem ini pasien tidak boleh memilih rumah sakit rujukan sendiri, karena sistem komputerisasi yang akan memilihkan rumah sakit rujukan mereka.

“Bisa-bisa rumah sakitnya kukut (bangkrut,red),” tandas Dodo.

Namun, BPJS Kesehatan tetap menyeting sistem di mana rumah sakit rujukan itu harus ke tipe C dan B tidak boleh langsung A atau B.

Akibatnya rumah sakit tipe A dan B akan kekurangan pasien. Dampaknya rumah sakit tipe A dan B dikhawatirkan akan mengalami kerugian karena mereka sudah telanjur investasi banyak hal dalam mendukung program JKN KIS ini.

Sistem rujukan online diterapkan karena disinyalir BPJS Kesehatan mengalami defisit karena banyaknya tagihan.

Hal itu diakui Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris. Di acara seminar yang digelar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Jumat (9/11).

“Setiap bulan defisit BPJS Kesehatan itu Rp 1 triliun per bulan pada 2018. Kalau setahun nisa Rp 12 triliun ditambah Rp 4 triliun pada tahun lalu,” ungkap Fahmi yang hadir menyambut Dies Natalis ke 105 FK Unair itu.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Dokter Indonesia (DPP IDI) Terpilih, dr Adib Khumaidi menegaskan rujukan online BPJS Kesehatan ini memang alangkah baiknya dihentikan.

Untuk kemudian dievaluasi apakah rujukan ini berbasis kompetensi pelayanan atau tidak.

“Karena regulasi kita berpatokan pada Peraturan Menteri Kesehatan No 1/2012 yang rujukanna berbasis kompetensi pelayanan,” jelasnya dalam kesempatan yang sama.

Kalau misalnya berdasarkan klasifikasi rumah sakit maka yang terjadi akan masuk dalam sebuah klasifikassi yang akan mempersulit pasien.

“Ini kan masih uji coba, kita minta distop dan dievaluasi. Kita lihat perbaikan-perbaikannya. Tapi kalau dari hasil inovasi konteknya sebuah sistem online yang kaittannya untuk mempemudah pasien, maka kita akan dukung,” jelasnya.

Namun yang pasti, evaluasi yang dilakukan ini harus melibatkan banyak pihak yang utama dari BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan dan IDI.

Fahmi Idris yang dikonfirmasi masalah itu mengatakan pihaknya memang sedang melakukan evaluasi nasional untuk mendengarkan masukan dari berbagai pihak.

“Tentunya tidak semua sistem rujukan online itu jelek. Ada yang mendukung sistem ini. Nanti lah kita dengarkan masukan-masukannya,” jelasnya,

Evaluasi selama sebulan ini diakuinya untuk menata sistem yang ada  untuk memasuki sistem digitalisasi. “Intinya kita ingin memastikan dan memudahkan masyarakat,” tukasnya.

Selama evaluasi ini, Fahmi menegaskan sistem rujukan online dihentikan. end

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry