BOGOR | duta.co – Pemerintah Kabupaten Bogor saat ini telah melakukan kajian secara serius terkait keberadaan Pondok Pesantren Ibnu Mas’ud di Kampung Jami, Desa Sukajaya, Kecamatan Taman Sari, Bogor. Pesantren ini sedang menjadi sorotan lantaran diduga kaitannya dengan jaringan ISIS.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor KH Ahmad Mukhri Adji mengatakan, pihaknya sudah melakukan pertemuan dengan sejumlah pimpinan Muspida Kabupaten Bogor terkait Pondok Pesantren Ibdu Mas’ud tersebut.

“Kami jajaran Muspida sudah melakukan rapat membahas masalah ini, termasuk dengan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) serta perwakilan dari Polda Jabar,” ujarnya, Jumat (15/9).

Menurut dia, pondok pesantren itu sudah berdiri sejak tahun 2011 lalu tanpa ada kepengurusan yang jelas dan tidak terdaftar di Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Bogor setelah dilakukan pengecekan.

Tak hanya itu, tutur dia, berbagai perizinan yang harus ditempuh untuk mendirikan suatu pondok pesantren pun tidak dilakukan oleh pengurus Ponpes Ibnu Mas’ud. “Di Kabupaten Bogor itu ada sekitar 1.400 pesantren, tapi Pesantren Ibnu Mas’ud itu tidak ada datanya,” ungkapnya.

Menurut dia, sejak berdiri di sana, kegiatan pondok pesantren dinilai tertutup dan tidak pernah bersosialisasi dengan masyarakat sekitar. “Tahfiz apa yang mereka pelajari serta kurikulum yang diterapkan kami tidak tahu, masalahnya itu tadi mereka sangat tertutup,” ujarnya.

Kendati demikian, pihaknya meminta masyarakat untuk tetap tenang dan tidak main hakim sendiri melihat permasalahan itu. “Kami dari jajaran Muspida pun akan berusaha melakukan langkah-langkah tegas, tapi saat ini masih terus kami rapatkan,” katanya.

Sementara itu, hingga saat ini belum ada keterangan dari pihak Ponpes Ibnu Mas’ud terkait izin. Sebelumnya, Kepala Sub Bagian Humas Polres Bogor Ajun Komisaris Ita Puspita membenarkan perihal meruncingnya hubungan antara Pesantren Ibnu Mas’ud dengan warga sekitar.

Menurut dia, hal itu terjadi usai dugaan pembakaran umbul-umbul merah putih beberapa waktu lalu.  “Masyarakat tidak senang bahwa pasang umbul-umbul di sana dibakar oleh tenaga pengajar di sana,” katanya.

Dia pun menyampaikan Polsek Taman Sari masih melakukan pemantauan terhadap aktivitas Pesantren Ibnu Mas’ud. Langkah ini dilakukan terkait munculnya dugaan mantan santri Pesantren Ibnu Mas’ud bernama Hatf Saiful Rasul, 12 tahun, tewas saat menjadi petarung ISIS di Suriah. “Polisi tidak bisa bicara opini, harus fakta. Polsek sedang lakukan penyelidikan,” ujar dia.

Berdasarkan pernyataan di sejumlah media, Bupati Bogor Nurhayanti memastikan Pondok Pesantren Ibnu Mas’ud akan ditutup. Dia menegaskan, pondok pesantren tersebut tidak akan lagi mendapatkan izin untuk beraktivitas di Kabupaten Bogor.

“Itu sudah, mereka berjanji akan ditutup. Tidak akan di situ, tidak di Tamansari dan juga di Kabupaten Bogor tidak boleh,” kata Nurhayanti pada Agustus lalu.

 

Perlawanan Tim Advokasi

Namun, penutupan Pesantren Ibnu Mas’ud, Bogor, dianggap bisa menimbulkan trauma kepada para santri. Tim advokasi pun menolak pembubaran yang selambat-lambatnya dilakukan 17 September 2017.

“Juga bisa menimbulkan kebencian kepada pemerintah,” kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Alghiffari Aqsa, salah satu anggota tim advokasi, di Kantor Amnesty International Indonesia, Cikini, Jakarta, Kamis (14/9).

Tim advokasi meluruskan pemberitaan yang selama ini dilekatkan kepada Ponpes Ibnu Mas’ud sebagai sarang teroris. Isu ini berawal dari pembakaran umbul-umbul oleh salah satu santri pada 16 Agustus 2017.

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid mengatakan, peristiwa ini membuat beberapa pihak ingin menutup pesantren tersebut. Padahal, menurut dia, masalah ini adalah tanggung jawab perorangan.

Usman menambahkan, pembakaran umbul-umbul tersebut tidak bisa dijadikan alasan untuk menutup pesantren tersebut. Pasalnya, pembakaran itu di luar pengetahuan pesantren.

 

Disorot Cetak Jihadis ISIS

Soal tewasnya Hatf Saiful Rasul, santri Ibnu Mas’ud berusia 12 tahun, di Suriah, hal itu jadi sorotan media asing.  Kantor berita Reuters mencatat, Hatf termasuk 12 jihadis Indonesia dari pondok pesantren Ibnu Mas’ud Bogor yang mencoba pergi ke Suriah pada 2015 lalu. Delapan adalah guru, sisanya santri.

Hatf Saiful Rasul berusia 11 tahun saat dia mengatakan kepada ayahnya, Syaiful Anam, terpidana kasus terorisme, bahwa dia ingin pergi ke Suriah untuk memperjuangkan ISIS. Hatf mengunjungi ayahnya di sebuah penjara dengan keamanan maksimum saat libur dari aktivitas di pesantren.

Syaiful kemudian menuliskan kisah anak dan agamanya dalam esai 12.000 kata yang dipublikasikan secara online. ”Awalnya, saya tidak merespons dan menganggapnya hanya lelucon seorang anak,” tulis Syaiful. ”Tapi itu menjadi berbeda ketika Hatf menyatakan kesediaannya berulang kali.”

Dalam esainya, pesantren tersebut dikelola oleh ”kawan yang berbagi ideologi” dengannya. Hatf pergi ke Suriah bersama sekelompok kerabat pada tahun 2015, bergabung dengan sekelompok militan Prancis.

Namun, Jumadi, juru bicara Pesantren Ibnu Mas’ud, seperti dilaporkan Reuters, membantah lembaga tersebut mendukung ISIS atau kelompok militan lainnya. Dia juga menyangkal bahwa pesantren mengajarkan interpretasi ekstrem.  hud, tri, meo

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry