
SURABAYA I duta.co – DPD Lembaga Pembela Hukum (LPH) Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya Jawa Timur melaporkan Handoko Wibisono dan dan Notaris Ninik Sutijiati ke Mabes Polri. Pasalnya, keduanya diduga memalsukan akta otentik kepemilikan tanah dan bangunan yang terletak di Jalan Dr. Soetomo No. 55 Surabaya.
Kabid Hukum dan LPH Grib Jaya Jawa Timur Renald Christoper,S.H. CCD menjelaskan, tanah dan bangunan di jalan Dr. Soetomo No. 55 Surabaya adalah milik sah dari kliennya, RA Tri Kumaladewi dengan di dukung bukti-bukti kepemilikan yang dapat dipertanggungjawabkan. Hal itu karena sejak tahun 1963 kliennya telah tinggal di rumah tersebut sampai dengan saat ini.
“Bahwa, notaris Ninik Sutjiati, S.H yang membuat akta jual beli dan saudara
Handoko Wibisono ini telah kami laporkan kepada pihak bareskrim mabes
Polri. Terlapor Handoko Wibisono dan notaris Ninik Sutjiati, S.H dengan status yang sudah di naikkan status penyidikan dan tetap akan kami kawal terus tindak pidana yang dilakukan oleh terlapor,” ujarnya, Minggu (23/3/2025).
Renald Christoper mengungkapkan, pada tahun 1991 diduga terdapat gugatan yang diajukan oleh Hamzah Tedjakusuma melawan RA Tri Kumaladewi atas perbuatan melawan hukum (PMH) di Pengadilan Negeri Surabaya. Hamzah Tedjakusuma mengaku sebagai pemilik dari tanah dan bangunan milik kliennya dengan alasan telah memiliki SHGB No. 651 atas obyek milik kliennya.
“Bahwa, dalam proses persidangan dari sidang tingkat pertama, banding,
kasasi dan PK (peninjauan kembali), perkara ini di menangkan oleh klien
kami. Dan hasil dari putusan di tingkat PK telah berkekuatan hukum tetap. Sehingga telah sangat jelas bahwa obyek tersebut benar-benar milik klien kami. Bukan seperti klaim yang di sampaikan dalam gugatan Hamzah Tedja,” ungkapnya.
Dia mengatakan, klaim atas kepemilikan tanah dan bangunan di Jalan Dr. Soetomo No. 55 Surabaya cukup panjang. Tetapi bila ditarik pada kejadian terakhir, notaris Ninik Sutjiati, S.H telah diduga mengeluarkan akta pengikatan jual beli No. 13 dan akta kuasa jual No. 14 yang dibuat pada tanggal 11 November 2016 antara Rudianto Santoso selaku penjual yang beralamat di Darmo Baru Timur IV – 23 dan Handoko Wibisono selaku pembeli yang beralamat di Jalan Musi No. 46 Surabaya.
“Sebagaimana UU No. 30 Tahun 2004 tentang jabatan notaris, dalam
menjalankan jabatannya sebagai seorang notaris memiliki kewajiban untuk
‘bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum’ dan ‘memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang’,” jelasnya.
Berdasarkan UU tersebut, katanya, tindakan notaris Ninik Sutjiati, S.H dengan menerbitkan akta sungguh sangat merugikan kliennya. Dalam hal ini Handoko Wibisono sebagai pembeli tidak beritikad baik terkait dengan berkas-berkas pengajuan ikatan jual beli karena senyatanya berkas kepemilikan dan subyek hukum sebelumnya jelas telah melanggar hukum.
“Dan yang dijadikan sebagai obyek jual beli hanyalah sebuah kertas yang tidak pernah di periksa terlebih dahulu, obyek tersebut berada dimana, dikuasai oleh siapa dan apakah obyek tersebut tidak dalam sengketa,” ungkapnya.
Padahal, jelas Renald Christoper, faktanya secara fisik kliennya dan keluarganya sudah bertempat tinggal di objek tanah yang diatasnya berdiri bangunan, yaitu di Jl. Dr
Soetomo No. 55 Surabaya sejak tahun 1963 sampai sekarang. Dengan
demikian Handoko Wibisono mengetahui bahwa akta tersebut berisikan
ketidakbenaran.
“Inti delik (bestanddel delict) yang dilakukan Handoko Wibisono dari rumusan delik ini adalah pada penggunaan akta otentik palsu atau akta otentik yang isinya ketidakbenaran sehingga penggunaan akta otentik tersebut tidak sah secara hukum,” terangnya.
Oleh karena itu, katanya, ikatan jual beli yang dilakukan oleh notaris Ninik Sutjiati dengan Handoko WIbisono diduga dilakukan secara tidak berkekuatan hukum mengikat alias bodong karena SHGB No. 651 telah berakhir haknya sejak tanggal 23 September 1980. “Dalam peristiwa ini perbuatan materiil notaris Ninik Sutjiati, S.H selaku notaris dapat memenuhi unsur delik dalam tindak pidana pemalsuan akta otentik sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 264 ayat (1) KUHP dengan dugaan adanya fakta persekongkolan jahat yang diinisiatif secara sadar,” tandasnya. (zi)