SURABAYA | duta.co – Ketika memberi sambutan di halaqah-14 Komite Khitthah Nahdlatul Ulama 1926 (KKNU-26) di Gedung AUTADA (Aliansi Ulama Ahlussunnah wal Jamaah Tapal Kuda) di PP Nurul Qodim,  KH Muhammad Idrus Ramli mengatakan, bahwa, KKNU-26 ini lebih fokus menyorot penyimpangan khitthah pada struktural NU.

“Sementara kami, yang sering disebut NU Garis Lurus, lebih konsentrasi pada kultural, umat. Warga nahdliyin di bawah sekarang ini, berhadapan dengan paham syiah, wahabi dan paham liberal. Penyimpangan aqidah di tubuh, ini sudah luar biasa. Bahkan kalau mengacu kepada pemikiran KH Hasyim Asy’ari, sudah taraf murtad,” demikian disampaikan KH Idrus Ramli.

Ia lalu menyebut beberapa nama yang konsisten ‘memagari’ warga nahdliyin dari serangan wahabi, syiah dan pemikiran liberal. Selain dirinya, “Ada Gus Luthfi Bashori, ada Buya Yahya, ada Ustad Absul Somad (UAS red.). Kalau KKNU mengkritisi struktural, kami konsentrasi disektor kultural,” terangnya.

Seperti diketahui, selain Gus Luthfi yang aktif di dunia dakwah, ada juga KH Yahya Zainul Ma’arif yang akrab disapa Buya Yahya. Ia lahir di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, 10 Agustus 1973 lalu. Gerakan dakwahnya tak kalah populer di kalangan nahdliyin. Ia adalah pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah yang berpusat di Cirebon, Jawa Barat.

Gerakan dakwah NU Garis Lurus ini, belakangan mendapat reaksi keras dari warga nahdliyin di media sosial. Terbaru, pernyataan Kiai Idrus Ramli tentang penyimpangan aqidah di NU yang sudah taraf sesat.

“Tuduhan jahat nih, keji sekali. Masih banyak kiai-kiai sepuh di PBNU. Kiai Idrus memang pakar Aswaja, tetapi dia bukan ahli dalam bahtsul masail,” demikian salah satu komentar warga nahdliyin. Sampai Senin (6/7/2020) pro-kontra masih terjadi.

Tudingan ini mendapat jawaban dari yang lain. “Ukuran Anda lurus, itu tidak bisa dinilai dari person atau individual. Ukuran lurus itu harus dengan kacamata hukum, hukum apa yang mau dipakai sebagai landasan nilai lurus tersebut?,” jawabnya.

Warganet lainnya menimpali, “Saat seseorang memposisikan kelurusan dari sisi pemikiran dan aqidah, maka, yang dinilai adalah ranah kitab dan aqidah apa yg dianut? Ini tolok ukurnya. Tanpa itu, semua orang bilang lurus. Seorang penjudi dan pencuri, tetap akan dinilai lurus manakala ia tetap meyakini, hanya agama Islam yang benar.”

Ia kemudian memberikan tamsil lain. “Meski orang itu ahli ibadah, jidatnya hitam. Tak akan bisa disebut lurus, saat meyakini semu agama itu benar.  Seorang pezinah akan dinilai lurus manakala ia berkeyakinan bahwa minum khomer itu haram, meski pun langit ini runtuh tetap hukumnya haram. Meski dia seorang kiai berlipat sorban, bahkan sampai ke lutut misalnya, tetap akan dinilai TIDAK LURUS manaka ia berkeyakinan minum khamer bisa halal. Karena akal dan logika dia sudah ala pecundang liberal.”

Bicara soal NU, jelasnha, maka, mulai dari para kiai, sampai umatnya di bawah, ajarannya harus sesuai dengan para sahabat dan Nabi. Kalau menyimpang, itu bukan NU.

“Jadi yang dikritik itu bukan NU-nya. Tapi oknum yang mengaku sok paling NU, tapi pemahaman agamanya jauh dari tuntutan NU. Jadi, intinya, bukan orangnya yang merasa lurus. Tapi lebih kepada sandaran, ke arah mana (keyakinan) ia bersandar. Maka inilah nilai LURUS itu,” tegasnya.

Jadi? “Saat NU GARIS LURUS mendeklarasikan LURUS, itu bukan merasa dirinya paling lurus, akan tetapi lebih kepada sebuah keyakinan. Keyakinan berpatokan pada ajaran hadratusyaikh KH Hasyim Asy’ari. Bukan kami merasa paling Lurus. Melainkan ajaran Syekh Hasyim Asy’ari ini yang lurus. Dan inilah yang harus kita anut kalau kita merasa NU,” tambahnya.

Gus Luthfi Bashori menyaksikan pro kontra ini, menyadari, kalau sejumlah elit NU merasa terganggu dengan NU Garis Lurus. Ini lantaran prilakunya sudah jauh dari Mbah Hasyim Asy’ari.

Apa yang disampaikan Kiai Idrus Ramli, katanya, bukan barang baru. Banyak penyimpangan-penyimpangan aqidah yang harus diluruskan.

“Mereka yang ngotot membela, itu karena tidak tahu. Karenanya, kami juga menyusun buku khusus penyimpangan aqidah tersebut. Mudah-mudahan menjelang Muktamar ini sudah selesai. Kami akan ungkap beberapa kesesatan tokoh-tokoh PBNU,” tegasnya.

Sorotan aqidah ini, diyakini warga NU lebih seru ketimbang sorotan politisasi organisasi. “Lebih heboh dari buku Kesimpulan Tebuireng. Kalau buku ‘Kesimpulan Tebuireng’ lebih banyak mengupas penyimpangan khitthah NU dari sisi politik, buku NU Garis Lurus ini lebih banyak mengupas penyimpangan aqidah,” demikian disampaikan warga NU di PPKN (Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyin) kepada duta.co. (mky)

Bagaimana Reaksi Anda?
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry